Warga Nusa Penida yang Kesepekang Mulai Jenuh dan Stres, Pertanyakan Kejelasan Nasib di Pengungsian

IMG-20250506-WA0100
Warga kesepekang (dikucilkan adat) ketika dievakuasi dari Nusa Penida ke SKB Banjarangkan.

Loading

SEMARAPURA-Fajar Bali, Lebih dari satu bulan diungsikan ke Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Banjarangkan, warga yang disanksi kesepekang (dikucilkan adat) dari Banjar Sental Kangin, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung mulai merasa jenuh. Bahkan karena tidak ada kegiatan dan juga kejelasan terkait nasib mereka, sejumlah pengungsi utamanya lansia mengaku stres dan putus asa.

Dijumpai, Selasa (6/5/2025) pagi, sejumlah kamar SKB yang ditempati oleh warga kesepekang terlihat sepi. Hanya ada beberapa lansia dan ibu-ibu yang duduk termenung. Rupanya, meski kebutuhan pokok difasilitasi pemerintah daerah, sejumlah warga tetap merasa jenuh. Apalagi sebelum kasus adat ini memanas, banyak warga kesepekang yang aktif bekerja. Baik sebagai petani, pelaku pariwisata, maupun pedagang di Pasar Mentigi, Nusa Penida. Oleh karena itu, setelah satu setengah bulan memempati SKB, mereka mulai kehilangan semangat.

"Di sini (SKB) sama sekali tidak ada kegiatan, jadi kami stres. Tidak bisa bekerja, tidak ada pemasukkan. Di antara kami kan ada yang masih punya cicilan. Jadi kami stres kalau terus begini," keluh Ni Wayan Astinawati yang sebelumnya mengelola sebuah villa di Sental Kangin.

Selain merasa jenuh, warga kesepekang juga mulai mempertanyakan kejelasan nasib mereka. Lantaran hingga saat ini belum ada titik terang atas permasalahan yang mereka alami. Padahal, kata Astinawati, mereka hanya ingin secepatnya bisa kembali ke rumah mereka di Nusa Penida. Kemudian melanjutkan hidup serta aktivitas seperti biasa. "Kami berharap pemerintah daerah tidak melupakan persoalan ini. Kami masih ada di sini (SKB) dan belum mendapat kejelasan atas nasib kami," ujarnya.

Di tengah keputusasaan yang melanda, sejumlah warga kesepekang juga mulai berencana untuk menjual asetnya. Seperti Astinawati yang berkeinginan untuk menjual villanya yang berdiri di lahan seluas 25 are. Mengingat, konflik adat ini terus berlarut, sedangkan dirinya membutuhkan biaya untuk melanjutkan hidup bersama keluarga. "Villa rencana saya jual saja, saya sudah lelah dan trauma juga dengan kejadian ini. Padahal biasanya memasuki bulan Mei, tamu di villa mulai ramai. Ada beberapa tamu yang booking kamar mau menginap, tapi saya tolak dan arahkan ke villa lain. Saya beralasan sedang ada perbaikan, agar citra pariwisata tidak rusak kalau tahu ada konflik (adat) ini," tuturnya.

Bukan hanya menjual villa, sejumlah warga yang bekerja sebagai petani juga sudah lebih dulu menjual sapinya. Sebab, selama ditinggal ke pengungsian, tidak ada yang bisa memberi makan sapi tersebut. "Sapi saya sudah dijual, dibeli warga di Nusa Penida. Kasihan daripada tidak ada yang kasi makan, ungkap pengungsi lainnya.

Untuk diketahui, Bupati Klungkung I Made Satria sempat berujar setelah Hari Raya Kuningan akan mulai mencari solusi terkait konflik adat di Banjar Sental Kangin. Bupati Satria mengatakan pihaknya akan berupaya untuk mendamaikan warga kesepekang dengan krama adat Banjar Sental Kangin. Tentunya dengan berbagai poin persyaratan. Untuk itu, Pemkab akan membentuk tim sehingga bisa makukan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat.

BACA JUGA:  Senggol Truk, Pemotor Tewas Mengenaskan

"Usaha terbaik yang bisa kita lakukan adalah solusi damai antara warga dengan induk adat yang sebelumnya. Sehingga mereka bisa kembali lagi  bermasyarakat," harapnya.

Lebih lanjut, apabila opsi damai tersebut telah tercapai, kedua belah pihak yakni warga sepekang maupun krama adat Banjar Sental Kangin juga diharapkan sama-sama menjaga komitmen. Sehingga tidak memimbulkan potensi gesekkan lagi.
"Jadi keduanya harus memegang teguh  komitmen bersama, induk adat maupun warga. Sama-sama menjaga kedamaian, ketentraman dan kondusifitas," jelasnya. W-019

Scroll to Top