UPMI Bali Rancang Teba Modern, Sampah Tuntas di Sumbernya 

IMG-20250420-WA0012
Prof. Dr. Drs. I Made Suarta, SH., M.Hum.

Loading

DENPASAR-fajarbali.com | Sebagai perguruan tinggi berbasis pendidikan karakter, Universitas PGRI Bali sejak awal telah memasang "harga mati" untuk kebersihan lingkungan sekitar kampus. 

Terlebih sejak diterbitkannya Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber, Rektor UPMI Prof. Dr. Drs. I Made Suarta, SH., M.Hum., langsung merespon dengan sosialisasi ke seluruh sivitas akademika.

Imbauannya lebih menekankan tentang meminimalisir penggunaan plastik sekali pakai dalam aktivitas sehari-hari di kampus. Terutama saat piodalan Sarawati, seluruh bahan upakara diupayakan menggunakan bahan ramah lingkungan. 

"Di semua ruangan tidak ada lagi minuman kemasan botol plastik. Kami sediakan galon dan gelas kertas. Semua sivitas bawa tumbler dari rumah. Sekali pun masih ada satu dua yang bawa botol minum plastik, yang bersangkutan wajib bertanggung jawab terhadap sampahnya," jelas Prof. Suarta, Sabtu (19/4/2025) di Kampus UPMI Jl. Seroja, Tonja, Denpasar. 

Terbaru, pasca-diterbikannya Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025, tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang dikeluarkan Wayan Koster, UPMI langsung merancang teba modern di areal kampus. 

Rancangan teba modern ini melibatkan praktisi dari Desa Punggul, Badung, karena desa itu berhasil menerapkan pengelolaan sampah berbasis sumber. 

"SE 9 itu kan berisi berbagai kebijakan, termasuk larangan produksi dan distribusi air minum kemasan di bawah 1 liter, dan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai pada 6 sektor prioritas termasuk insitusi pendidikan. Jadi kami wajib menaati," jelasnya.

Prof. Suarta tak menampik, poin dari SE tersebut, khususnya larangan produksi dan distribusi air minum kemasan di bawah 1 liter menimbulkan pro kontra. Namun ia menilai pro-kontra merupakan hal wajar sebagai dinamika sebuah kebijakan publik. 

Penggunaan kantong kresek sekali pakai di pasar tradisional, juga diakuinya menjadi tantangan besar, sebab sudah sejak lama menjadi kebiasaan. "Ini menuntut peran pengawas," jelasnya. 

BACA JUGA:  Peningkatan Kapasitas Penulisan Karya Ilmiah FKP Unud

Pihaknya optimistis, kelompok yang kontra merenung dengan kepala dingin jika melihat Bali dalam jangka panjang. Apalagi Gubernur Koster berencana bertemu dengan Perintah Pusat dalam hal ini Kementerian Perindustrian.

"Pro-kontra memang tak bisa dihindarkan sebagai dinamika atas kebijakan. Tapi kalau saya pribadi lebih melihat kepada niat baik Pak Gubernur Koster. Di awal memang terasa berat tapi lama-lama pasti terbiasa," imbuhnya. 

Jika kebijakan gubernur dilakukan dengan baik oleh semua masyarakat, hasilnya bisa dilihat dalam jangka panjang, minimal 2 tahun. Saat Bali benar-benar bersih dari sampah, maka manfaatnya dirasakan oleh seluruh masyarakat Bali. 

"Jika lingkungan sudah bersih, maka wisatawan akan nyaman. Otomatis masyarakat yang merasakan dampaknya. Begitu juga tentang rencana Pak Gubernur mengatasi kemacetan mesti kita dukung. Sebab kemacetan dan kebersihan selama ini dikeluhkan wisatawan," tegas Prof. Suarta.

Akademisi sekaligus budayawan ini kembali mengingatkan, bahwa Bali tidak memiliki kekayaan alam seperti tambang. Maka yang wajib dijaga adalah lingkungan, tempat dimana budaya Bali tumbuh dan berkembang menjadi daya pikat dunia.

Scroll to Top