Upaya Restocking Babi Masih Terkendala Virus

(Last Updated On: 09/08/2021)

Badung- fajarbali.com | Peristiwa tahun 2019 banyaknya babi mati akibat terserang virus ASF menyebabkan trauma para peternak. Bahkan, hingga kini peternak babi masih berpikir panjang untuk kembali beternak babi. 


Gabungan Usaha Peternak  Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut  Hari Suyasa mengakui hal tersebut. Namun, beberapa peternak katanya mulai melakukan restocking.

“Yang terdampak kemarin (2019-2020) dominan tidak beternak lagi,” kata, Senin (2/8/2021) lalu.

Baca Juga :
Luncurkan Aplikasi I-Ban, Bupati Tamba: Agar Distribusi Bansos Adil dan Merata
Sesuaikan Dengan Nomenklatur Belanja Daerah yang Baru Bupati Badung Rancang APBD Badung 2,9 T Lebih

Meski begitu, upaya restocking yang dilakukan masih terkendala virus yang sama. Kasus kematian dengan gejala sama masih terjadi di beberapa daerah, seperti Badung, Gianyar serta daerah lainnya.

“Laporan kematian babi masih kita terima. Setelah di cek kasusnya seperti wabah yang kemarin,” imbuhnya.

Untuk itu restocking yang dilakukan sejumlah peternak dengan jumlah yang sangat terbatas. Misalnya, kata dia, dengan kapasitas kandang 100 ekor, kini maksimal mulai memelihara 5 ekor.

“Mereka tidak berani berinvestasi, karena luka mereka kemarin cukup berat,” ujarnya.

Suyasa menjelaskan, semua jenis babi tidak luput dari ancaman virus African Swine Fever (ASF). “Semua jenis babi terdampak virus ini, cuman kembali kepada daya tahan tubuh babi itu sendiri. Tapi lebih banyak menyerang indukan. Kondisi itu membuat babi sulit berkembang dna harga bibit pun menjadi mahal. Kelangkaan bibit membuat harga bibit menjadi mahal, berkisar Rp1,8 juta per ekor dengan berat 15 Kg,” tuturnya.

Terkait populasi Babi di Bali, pihaknya memperkirakan dari sebelum wabah populasi babi berkisar 988 ribu ekor, pasca kasus hanya menyisakan 200 ribu ekor babi.

“Saat ini untuk restocking diperkirakan tidak lebih dari 300 ribu ekor babi,” katanya.

Kendati jumlah populasi babi tergolong minim, kebutuhan daging babi di Bali tergolong aman. Selain daya beli masyarakat yang kurang, kata dia, kebutuhan daging untuk upacara dan upakara juga minim di tengah pembatasan akibat Covid-19. Justru, kata dia, bagi peternak yang masih bisa bertahan, babi lebih banyak dikirim ke luar Bali, seperti jakarta dan jawa. 

“Di bali harga babi hidup berkisar Rp 55 ribu per kilo, di Jakarta tembus 70 ribu per Kg. Untuk daging babi bisa Rp180 ribu per kilogram,” katanya (put)

 Save as PDF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Minta Gubernur Bali Beri Keringanan Bayar Pajak Kendaraan

Sen Agu 9 , 2021
Dibaca: 13 (Last Updated On: 09/08/2021)Denpasar- fajarbali.com | Pandemi Covid-19 membuat sektor perekonomian di Bali terpuruk. Terlebih sampai saat ini pariwisata tak kunjung dibuka oleh Pemerintah. Menyebabkan banyak pelaku pariwisata yang mengeluh bahkan ambruk lantaran tak bisa beroperasi.  Save as PDF

Berita Lainnya