Taksu Mandala Ungasan Tampilkan Legong Kreasi Manohara di PKB Ke-47

1000331615

Loading

Komunitas Seni Taksu Mandala dari Banjar Wijaya Kusuma, Desa Adat Ungasan, Kuta Selatan, usai tampil memukau dalam ajang PKB ke-47, Senin (14/7).

 

MANGUPURA-Fajarbali.com| Komunitas Seni Taksu Mandala dari Banjar Wijaya Kusuma, Desa Adat Ungasan, Kuta Selatan, tampil memukau dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (14/7). Membawa semangat pelestarian dan inovasi, duta Badung ini menampilkan rangkaian tabuh dan tari klasik serta kreasi baru yang sarat makna budaya.

Pembina Pelegongan Klasik Taksu Mandala, Komang Trisandiasa Putra menjelaskan, penampilan tahun ini menjadi momentum penting untuk memperkenalkan kembali kekayaan seni klasik kepada generasi muda, sekaligus menghadirkan inovasi yang tetap berpijak pada akar tradisi. Pihaknya juga membina untuk Legong kreasi yang mengambil judul Manohara. 

"Manohara ini saya ambil dari pengalaman mantra, Manoharam, yang artinya keseimbangan. Jadi jagat Kerthi kita ini kan perlu keseimbangan, perlu sinergi yang benar-benar nyata antara putih dan hitam. Feminim dan maskulin. Hitam, putih, rwe binede. Kita gabungkan, terus kita kolaborasikan spirit cak-nya di Desa Ungasan. Untuk seniman yang tampil sebanyak 30 orang dengan Latihan dari 4 bulan lalu," ujarnya.

 

 

Penampilan diawali dengan Tabuh Petegak Pelegongan Klasik berjudul Kulicak, sebuah karya warisan maestro tabuh I Gusti Putu Made Geria. Terinspirasi dari suara burung Kulicak, garapan ini mengusung komposisi khas era 70-an dengan dinamika musikal yang menyentuh. Komposisi ini pertama kali dikenal melalui penampilan tim kesenian RRI Denpasar dan kini dihidupkan kembali oleh generasi muda Ungasan.

 

 

Tabuh ini dibina oleh I Komang Sukajaya Sudarma, S.Sn, dengan tata busana penabuh dari Kicuk Collection, dan mendapat dukungan penuh dari Kelian Desa Adat serta Perbekel Desa Ungasan. Tabuh Petegak Pelegongan Kreasi berjudul Saet Wangsul ditampilkan sebagai simbol keterikatan emosional masyarakat Ungasan terhadap tanah kelahirannya. Disusun oleh I Wayan Pradnya Pitala, S.Sn, garapan ini mengusung konsep musikal yang terinspirasi dari huruf vokal pada kata “wangsul” dan menggambarkan perjalanan anak-anak Ungasan yang menuntut ilmu ke luar negeri lalu kembali membangun desanya.

BACA JUGA:  Komisi X DPR RI Lakukan Kunja Spesifik Bidang Pariwisata Ke Pemkab Badung

 

 

Garapan ini menyatukan unsur musikal dengan simbol peradaban, menjadikannya sebagai karya penuh refleksi terhadap dinamika masyarakat Ungasan.

 

 

 

Taksu Mandala juga menampilkan Tari Legong Klasik Jobog, yang menceritakan perseteruan antara dua bersaudara, Sugriwa dan Subali, dari kisah Ramayana. Pertunjukan ini menghadirkan keindahan gerak legong yang detail dan sarat emosi, dengan bimbingan artistik dari Ni Made Ratna Juwita, S.Sn, serta dukungan musikal dari I Komang Sukajaya Sudarma dan I Komang Budiarsa.

 

 

 

Sebagai penutup, ditampilkan Tari Legong Kreasi berjudul Manohara, garapan Kadek Ayu Diah Mutiara Dewi, S.Sn, dan Ni Putu Putri Laksmi Dewi, S.Sn. Karya ini terinspirasi dari filosofi Rwa Bhineda, yang mengajarkan keseimbangan antara dua hal yang bertolak belakang. Melalui harmoni gerak antara kelembutan dan kekuatan, Manohara menghadirkan pesan spiritual tentang pentingnya menerima perbedaan untuk mencapai kehidupan yang seimbang. Tabuh pengiring digarap oleh I Nyoman Tri Sandyasa, S.Sn. 

 

 

 

Sementara Bendesa Adat Ungasan, Wayan Disel Astawa mengatakan, pihaknya selalu mensupport kesenian di Desa Adat Ungasan. Ia berterima kasih karena Desa Adat Ungasan telah dipilih ikut mensukseskan PKB tahun 2025. “Kami diberi kesempatan untuk menampilkan yang pertama adalah gong kebyar yang sudah pentas kemarin dan yang kedua adalah dari komunitas seni Taksu Mandala yaitu pelegongan klasik. Jadi hal ini adalah suatu kebanggaan dan kehormatan yang kami rasakan selaku masyarakat Desa Adat Ungasan dan khususnya bagi generasi muda karena mengajarkan dan melestarikan seni, adat, dan budaya itu bukan hanya cukup karena ada finansial tetapi harus ada kemauan dan niat dan bakat,” terangnya.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali ini pun mengapresiasi penampilan dari Komunitas Seni Taksu Mandala. Tanpa bakat, kemauan, dan niat sebesar apapun anggaran yang diberikan pasti akan lalai. "Astungkara, kami punya generasi muda yang dalam hal ini adalah mau untuk menjaga adat, seni dan budaya," tegasnya.W-004

Scroll to Top