Sebelum TPA Suwung Tutup Permanen, Desa Lain Bisa Belajar ke Seminyak

IMG-20250802-WA0016
TPS3R Desa Adat Seminyak, Kuta, Badung, mengelola sampah setiap hari mencapai 179 meter kubik yang menjadikannya salah satu TPS-3R terbaik.

Loading

DENPASAR-fajarbali.com | Terhitung mulai 1 Agustus 2025, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Sarbagita Suwung tidak lagi menerima kiriman sampah organik. 

Selanjutnya, TPA seluas 32,4 hektare ini akan ditutup secara permanen pada akhir Desember 2025. Informasi tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra, dalam siaran pers pada Rabu (30/7/2025).

Lebih lanjut, Sekda Dewa Indra menjelaskan bahwa tahapan pembatasan hingga penghentian operasional TPA Regional Sarbagita Suwung tertuang dalam Surat Gubernur Bali Nomor: B.24.600.4/3664/PSLB3PPKLH/DKLH tertanggal 23 Juli 2025. 

Surat yang ditujukan kepada Wali Kota Denpasar dan Bupati Badung tersebut merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI No. 921 Tahun 2025 tanggal 23 Mei 2025 tentang Penerapan Sanksi Administratif Berupa Paksaan Pemerintah Penghentian Pengelolaan Sampah Sistem Pembuangan Terbuka (Open Dumping) pada Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Regional Sarbagita Suwung.

Mengacu pada Keputusan Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI tersebut, pengelolaan sampah dengan sistem open dumping harus dihentikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak diterbitkannya surat tersebut. 

“Selanjutnya, kita wajib mengikuti tahapan dan proses yang tertuang dalam Dokumen Rencana Penghentian Pengelolaan Sampah Sistem Open Dumping,” ujar Sekda Dewa Indra.

Untuk mengurangi volume sampah yang masuk, mulai 1 Agustus 2025, TPA Regional Sarbagita Suwung tidak lagi menerima kiriman sampah organik. 

“Mulai 1 Agustus 2025, TPA Regional Suwung hanya menerima sampah anorganik dan residu saja,” tandasnya, sembari menyampaikan bahwa operasional TPA ini akan ditutup secara permanen pada akhir Desember 2025.

Guna menyukseskan tahapan ini, Pemerintah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung diminta mengoptimalkan operasional Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang telah terbangun maupun yang akan dibangun. 

BACA JUGA:  BPBD Terima Aplikasi Agung ARmed Buatan ITB STIKOM Bali

Penutupan permanen TPA Suwung akhir tahun ini, membuat para pengelola sampah kelimpungan memikirkan solusi. Seperti yang diungkapkan I Komang Rudhita Hartawan. 

Rudhita yang karib disapa Koming adalah Ketua Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Reduce, Reuse, Recycle (TPST-3R) milik Desa Adat Seminyak, Kuta, Badung. 

Ia berharap, pemerintah segera membangun pabrik khusus residu, sebab hanya sampah jenis ini yang tidak bisa ia kelola. 

TPST-3R Desa Adat Seminyak, menurut Koming, mengelola sampah setiap hari mencapai 179 meter kubik. TPST-3R Seminyak tak hanya melayani wilayah Seminyak saja, terkadang juga wilayah lainnya. Sumbernya berasal dari rumah tangga, hotel, vila dan restoran. 

Pihaknya pun mengaku kewalahan karena volume sampah makin meningkat. Sebelumnya, pukul 11.00 siang sudah selesai, tapi sekarang sampai petang. Menurutnya, sampah yang diolah tak hanya organik. Ada juga sampah dari botol kemasan, dan juga kertas. 

Sampah residu ia bawa ke TPA. Barang yang dihasilkan dari pengolahan yang dilakukan pun beragam. Untuk botol plastik, setelah dipilah langsung dijual ke pengepul rongsokan. 

“Kami juga memiliki mesin pencacah kresek. Hasil itu digunakan untuk campuran aspal yang digunakan di daerah dingin. Sebagai bahan perekat,” imbuh dia.

Lebih lanjut, Koming membeberkan, komposisi sampah di Seminyak 60 persen organik dan 40 persen anorganik. “Sampah organik di sini kita olah menjadi kompos sedangkan untuk anorganik khususnya sampah jenis botol plastik kita bisa kumpulkan menggunakan alat pres dan dijual kembali,” terang dia.

TPS3R Desa Adat Seminyak memiliki luas 17,5 are beroperasi sejak tahun 2003 dan saat ini memiliki armada sebanyak 28 unit mobil truk besar dan kecil tetapi yang beroperasi 22 unit dan 6 unit sisanya dijadikan cadangan. Adapun jumlah orang yang dipekerjakan sebanyak 52 orang.

BACA JUGA:  Kemendukbangga/BKKBN Perwakilan BKKBN Provinsi Bali Audiensi dengan Bupati Jembrana: Perkuat Sinergi Songsong Harganas ke - 32 dan Program Quick Wins

"Tempat ini bukan sekadar mengolah sampah demi lingkungan. Tapi ada 50 orang lebih yang mencari mata pencaharian," imbuh dia. 

Diakui Koming, mencari pekerja di bidang persampahan sangat susah. Ia memaklumi karena stigma kotor dan bau menjadi pemicu. Sehingga sebagian pekerjanya merupakan pendatang dari luar Bali. Pekerja pun diupah secara wajar dengan sistem bulanan dan borongan dilengkapi fasilitas mes. 

Jika dilihat kembali, Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019, menekankan kepada 636 desa, 80 kelurahan dan 1500 desa adat untuk mensosialisasikan kepada warganya agar aktif membangun desa dan wilayahnya dengan melakukan pemilahan sampah sesuai jenisnya, selain mereka juga harus bertanggung jawab pada sampah yang mereka buat.

Artinya "bola" ada di tangan lurah, perbekel maupun bandesa adat. Koming mengaku terbuka kepada siapapun yang ingin belajar. Sebab, pihaknya juga masih dalam tahap belajar. "Jadi kita belajar bersama-sama demi Bali yang lebih baik," katanya.

Seminyak adalah sebuah contoh nyata bahwa kesadaran kolektif warga dalam menjaga kebersihan lingkungan pasti menghasilkan sesuatu yang positif. 

Berawal dari tahun 2003, kelompok masyarakat peduli kebersihan merasa prihatin. Pantai Seminyak yang belum banyak dikenal, dijadikan tempat pembuangan limbah, sehingga sangat kumuh. 

Perlahan namun pasti, upaya keras Koming CS mulai membuahkan hasil sehingga menarik perhatian Pemerintah Kabupaten Badung kala itu.

Scroll to Top