AMLAPURA-fajarbali.com | Pemandangan menarik dan sakral terjadi saat madewa ayu upacara penganyaran di Penataran Ratu Bagus Pande Besakih, Selasa (17/04/2018). Yakni, puluhan warga Pande mengalami trans (kerauhan) pada prosesi madewa ayu tersebut.
Warga Pande yang mengalami trans tersebut, tampak ngurek dengan tujuh bilah keris yang disiapkan krama penganyar. Warga yang ngurek tersebut, mulai dari anak-anak, remaja, hingga yang sudah dewasa. Bahkan, ada yang ngurek dengan menggunakan dua bilah sekaligus.
“Ini upacara madewa ayu, rangkaian upacara penganyaran di Pura Penataran Bagus Pande Besakih. Dalam hal ini, keris digunakan sebagai panyidakarya, mengakhiri upacara,” kata pangrajeg karua, Jero Mangku Buda Arsana saat ditemui disela-sela acara.
Jro Mangku menjelaskan, keris merupakan identitas dari warga pande. Dalam tradisi kepercayaan masyarakat di Bali dan Nusantara, senjata yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tahun 2005 itu dinilai bukan sekadar hasil kebudayaan. Keris dapat dijadikan sebagai sarana wali, bali-balihan (hiburan), dan juga pusat pengetahuan.
“Dalam Siwagama Sasana, leluhur pande menggunakan dua jempol kakinya sebagai alat untuk menajamkan (manglandep) keris. Oleh karena itulah berhak disebut mpu,” katanya.
Selain itu, warga pande juga diingatkan agar ingat dengan bisama leluhur yang menyuratkan “Kadyaning pang ning kayu ana wah ana tan wah”. Dimana seorang manusia, hendaknya berlaku seperti pohon. Tidak hanya kayunya saja yang bisa dimanfaatkan. Jika ada daunnya dapat digunakan sebagai peneduh, namun jikapun tidak ada, ranting-rantingnya yang sudah matipun bisa dimanfaatkan untuk menghidupi generasi selanjutnya.
Palaksanaan yang digelar dari sekitar pukul 09.00 Wita hingga 15.00 Wita itu diikuti ratusan Warga Pande dari berbagai daerah, termasuk di luar Bali. Upacara dipuput oleh Sira Empu Dharma Agni Yoga Sogata dari Gria Taman Giri Candra Batubulan. Sebagai pengrajeg karya adalah Jero Mangku Buda Arsana dan I Gede Santika. RLS