“Plus-Minus” Perubahan Nomenklatur Kemendikbudristek

IMG-20241021-WA0001
Prof. Dr. Drs. I Made Suarta, SH., M.Hum.

DENPASAR-sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Presiden Prabowo Subianto dalam susunan Kabinet Merah-Putih, memecah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi tiga kementerian, yakni Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Kebudayaan, serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.

Rektor Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali Prof. Dr. Drs. I Made Suarta, SH., M.Hum., menyambut baik perubahan nomenklatur ini, karena masing-masing kementerian bisa fokus pada bidangnya masing-masing.

Beda dengan kabinet sebelumnya dimana seluruh jenjang pendidikan dasar, menengah, pendidikan tinggi, dan urusan budaya yang sangat luas diurus oleh satu menteri.

"Saya setuju dengan [pemecahan Kemendikbudristek] sekarang. Karena bisa lebih fokus," kata Suarta, di Denpasar, Senin (30/10/2024).

Menteri-menteri yang ditunjuk Presiden Prabowo, menurut Suarta juga sangat berpengalaman di bidangnya. Contohnya Fadli Zon, yang dinilai menguasai bidang kebudayaan.

Abdul Mu'ti, selaku Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah juga berlatar-belakang orang pendidikan.

Demikian pula Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro yang sangat lekat dengan dunia pendidikan tinggi. Suarta mengaku kenal sosok Satryo sejak menjabat Dirjen Dikti era 1999-2007.

"Saya melihat Pak Presiden Prabowo memilih orang-orang yang linier dengan kompetensinya. Menarik untuk menunggu kinerja masing-masing menteri," kata Suarta.

Namun demikian, ia juga mengungkapkan perubahan nomenklatur ini tetap tidak lepas dari kekurangan, terutama pembengkakan anggaran negara. Sehingga para pembantu presiden ini mesti menunjukkan capaian kinerja terbaik.

Sebagai pimpinan perguruan tinggi, pihaknya berkepentingan langsung dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, karena sebagai pelaksana kebijakannya. 

Yang menjadi pertanyaan terbesarnya bagaimana kelangsungan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Terlebih di UPMI sendiri baru selesai menyusun Kurikulum Outcome-Based Education (OBE).

BACA JUGA:  Mahasiswa Jepang Kagumi Kelestarian Sawah di Subak Jatiluwih

OBE adalah kurikulum yang berfokus pada capaian pembelajaran dan mempersiapkan lulusan untuk menghadapi dunia kerja.

Dalam kurikulum OBE, tidak hanya materi yang diajarkan di kelas, tetapi juga bagaimana lulusan dapat mengembangkan keterampilan baru yang siap diaplikasikan dalam dunia kerja.

"Jujur saja kami 'berdarah-darah' menyusun kurikulum OBE. Butuh waktu, biaya dan energi luar biasa. Sekarang baru tahap dipahami oleh jajaran kami. Terus apakah dengan pergantian menteri hal ini tidak dilanjutkan? Kami khawatir juga," ungkapnya.

Ia berharap, menteri baru tidak secara frontal mengubah seluruh kebijakan MBKM. Jika pun dirubah, diharapkan secara perlahan karena dikhawatirkan jajaran pelaksana terbawah akan kelabakan.

"Kami tetap yakin dan positif thinking bahwa pilihan Pak Prabowo adalah putra putri terbaik yang telah melewati kajian panjang. Semoga di era Prabowo-Gibran, Indonesia semakin maju, khususnya dunia pendidikan," kata Suarta.

 

Scroll to Top