Perajin Anyaman Bambu Perlu Diberdayakan

Perlu inovasi produk anyaman bambu agar tidak hanya identik dengan barang kebutuhan umat Hindu, serta optimalisasi digital marketing.

(Last Updated On: )
Ketua Tim Peneliti mengunjungi perajin anyaman bambu.

DENPASAR-fajarbali.com | Kerajinan anyaman bambu masih menjadi tulang punggung mata pencaharian sebagian besar warga di Desa Tiga Wasa dan Pedawa Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, serta Desa Sulahan, Tanggahan Peken, Kayu Bihi, Kabupaten Bangli.

Kerajinan yang dihasilkan berupa keben atau sokasi, besek, lumpian dan sejenisnya merupakan buah dari pemanfaatan potensi lokal berupa bambu yang memang melimpah di desa-desa tersebut. Kerajinan ini juga tergolong skill terun-temurun.

Untuk menjaga eksistensi kerajinan bambu, bahkan mengangkat produknya ke level yang lebih tinggi, Tim Dosen Universitas Ngurah Rai (UNR) Denpasar melakukan penelitian di desa-desa sentra perajin anyaman bambu di Kabupaten Buleleng dan Bangli.

Ketua Tim Peneliti Dr. I Made Kartika, SE., M.MA., CSCA., menjelaskan temuan di lapangan menunjukkan bahwa ketersediaan bahan baku (bambu) masih aman, jumlah perajin juga masih banyak bahkan beberapa di antaranya generasi muda dan perantauan dari luar Bali.

Hanya saja, menurut Kartika, yang menjadi poin penting yang harus didampingi adalah faktor pemasaran. Selama ini, diketahui produk-produk anyaman yang didomonasi keben ini, identik dengan umat Hindu sebagai wadah sejajen (banten) atau untuk tempat barang saat kondangan.

Sehingga pangsa pasarnya hanya umat Hindu, baik di Bali maupun yang tinggal di luar Bali. Dari persoalan ini, peneliti mendorong agar perajin senantiasa berinovasi menciptakan produk yang menjangkau kepentingan umum, tidak terbatas kepentingan umat Hindu.

“Masih banyak hal yang bisa dibuat, misalnya tempat tisu, tas atau topi. Sehingga produknya diperlukan oleh semua orang, tidak saja antar-umat Hindu,” kata Kartika.

Selain itu, pemasaran juga perlu dirubah dari pola konvensional ke digital marketing. Dari beberapa perajin yang dikunjungi, memang sudah ada yang memaksimalkan digital marketing atau penjualan berbasis online.

Selama ini, para perajin cenderung memilih berjualan di sebuah pameran. “Bagi mereka pameran sangat menjanjikan. Ada keyakinan kalau jualan di pameran sangat laku keras,” ungkapnya.

Ke depan, tim peneliti berencana menindaklanjuti penelitian ini yang dikemas dalam bentuk Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya Pengabdian. Hal ini dinilai sangat penting untuk menjaga budaya dan alam. Sebab, produk yang dihasilkan ramah lingkungan. Pohon bambu juga perlu dilestarikan untuk kebaikan alam.

Di tengah gempuran persaingan yang semakin kompetitif dengan adanya produk baru berbahan sintetis, Kartika berpesan kepada perajin agar tidak khawatir. Justru menjadi tantangan untuk meningkatkan kualitas. “Yang asli pasti dicari,” jelas dia.

Ia mengapresiasi inovasi perajin yang sudah menciptakan model-model baru, bahkan melayani custom atau permintaan sesuai minat pembeli, misalnya penambahan nama si pemesan. Kecenderungan mengoleksi keben di setiap rumah tangga juga membawa dampak signifikan bagi perajin. Di dalam setiap rumah orang Bali rata-rata memiliki tiga buah keben.

Terkait perhatian pemerintah, dinilai sudah sangat bagus. Pelatihan hinnga fasilitasi ekspor telah dilakukan bagi para perajin. Dukungan dari pemerintah tentu menjadi angina segar agar perajin tetap semangat.

 

 

 

Next Post

Mahasiswa UPMI Borong Medali Cabor Renang di POMNAS XVIII

Jum Mei 3 , 2024
Pande Made Iron Digjaya telah mengoleksi ratusan medali/piala dari cabor renang.
IRON OK

Berita Lainnya