Pencegahan Penyakit Tidak Menular di Tibubeneng, Berdayakan Potensi Kearifan Lokal

IMG-20250804-WA0002
Pengabdian kepada Masyarakat bertema "Pemberdayaan Potensi Kearifan Lokal Bali Melalui Kelompok Agregat Masyarakat Desa dalam Penanggulangan Penyakit Tidak Menular di Desa Tibubeneng 2025" berlangsung di Balai Banjar Tegal gundul, Tibubeneng, Sabtu (2/8/2025).

Loading

MANGUPURA-fajarbali.com | Penyakit tidak menular (PTM), khususnya hipertensi dan diabetes mellitus menjadi momok permasalahan kesehatan di tanah air, tak terkecuali di Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung.

Untuk mengendalikan permasalahan kesehatan ini, Tim Pengabdi/Dosen Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Denpasar, melakukan pengabdian berupa edukasi kesehatan pencegahan PTM dengan memanfaatkan potensi kearifan lokal.

Dari semua kelompok tersebut, sudah mencakup semua golongan, baik remaja putra dan putri, bapak-bapak dari pecalang serta kaum ibu yang direpresentasikan dalam organisasi Pakis dan PKK. 

Potensi lokal yang dimaksud, yakni kelompok seperti Seka Teruna-Teruni (pemuda), Pencalang (satuan pengamanan adat), Kader PKK, Pasikian Krama Istri (PKK), serta kader kesehatan.

Pengabdian bertema "Pemberdayaan Potensi Kearifan Lokal Bali Melalui Kelompok Agregat Masyarakat Desa dalam Penanggulangan Penyakit Tidak Menular di Desa Tibubeneng 2025" ini, berlangsung di Balai Banjar Tegal gundul, Tibubeneng, Sabtu (2/8/2025).

Puluhan kelompok sasaran tampak antusias mengikuti kegiatan yang dilakukan tim dosen dan mahasiswa lintas-keilmuan. Materi pengabdian meliputi sosialisasi pencegahan penyakit, pemeriksaan kesehatan, hingga demontrasi terapi komplementer senam kaki untuk menurunkan gula darah.

"Peserta diharapkan menjadi agen-agen perubahan perilaku di masyarakat. Ilmu yang didapatkan di pelatihan ini akan disebarkan ke lingkungan masing-masing," jelas Ketua Tim Pengabdi Dr. Komang Ayu Henny Achjar. SKM. MKep. SpKom.

Henny mengungkapkan, ada sejumlah permasalahan yang dihadapi selama ini, di antaranya, belum terintegrasi dengan memanfaatkan kelompok dukungan sosial yang sudah ada (STT, Pecalang, PKK. PAKIS) sebagai potensi besar kesehatan untuk PTM.

Kedua, masih tingginya kunjungan PTM dengan kasus hipertensi dan diabetes mellitus. Ketiga, penanganan PTM perlu kegiatan komprehensif (obat, terapi komplementer senam kaki DM, aktifitas olahraga, lingkungan, diet).

BACA JUGA:  Dukung Bali sebagai Wisata Medis Dunia, Beautiverse Persembahkan ‘Empowering Inner Beauty, Celebrating Outer Glow’

Sehingga perlu pendekatan komprehensif (petugas kesehatan, penderita PTM, keluarga. Kader, pelibatan kelompok organisasi sosial yang ada) dengan support system secara utuh kearifan local Bali seperti STT, PKK, pecalang, pakis dan sebagainya.

Senam kaki dengan delapan gerakan, diklaim efektif menurunkan kadar gula darah jika dilakukan rutin 30 menit per hari setiap tiga kali seminggu. "Hasil risetnya sudah ada," ungkap Henny.

Gerakan sederhana ini, menggunakan selembar koran pada bagian akhir. Kedua kaki digunakan untuk merobek lembaran koran, lalu melipatnya kembali.

"Terapi komplementer senam kaki DM, berfungsi utk memperlancar sirkulasi darah pada bagian kaki. Sehingga diharapkan kelompok sosial kearifan lokal bali bisa mengajarkan senam kaki kepada keluarga dan pasien DM di rumah," jelasnya.

Kepala Puskesmas Kuta Utara dr. Putu Wilantika, MPH., menyambut baik kolaborasi ini untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.

Menurutnya, terapi dan diet/mengatur pola makan sangat penting sebagai upaya prepentif agar mengurangi ketergantungan pada obat-obatan.

"Pengabdian oleh Poltekkes ini adalah wujud kolaborasi bersama mencari permasalahan kesehatan kemudian memecahkannya," kata Wilantika seraya mengimbau masyarakat untuk datang ke Puskesmas jika ada keluhan kesehatan.

Senada, Perbekel Tibubeneng yang diwakili Kelian Banjar Tegal gundul I Wayan Surianto, mengakui masyarakatnya mendapatkan banyak wawasan baru dalam pengabdian ini.
Ia tak memungkiri bahwa jumlah penderita diabetes dan hipertensi semakin tinggi.

Selain faktor genetik, Tibubeneng yang sudah berubah menjadi destinasi pariwisata internasional juga memberikan dampak yang mana masyarakatnya semakin sibuk.

"Selain genetik, karena masyarakat kami sibuk di pariwisata sehingga cenderung memilih makanan cepat saji dan tidak sempat berolahraga. Ini juga pemicu," jelasnya.

Surianto meminta para peserta menyimak baik-baik edukasi yang disampaikan pengabdi kemudian menularkan di lingkungan masing-masing. Ia juga berharap kerja sama dengan Poltekkes Kemenkes Denpasar di Tibubeneng yang notabene desa binaan, bisa terus berlanjut.

Scroll to Top