DENPASAR-fajarbali.com | Ketua Perhimpunan Musisi dan Pencipta Lagu dan Musik Bali (Pramusti), I Gusti Ngurah Murthana, menyebut sebagian besar pencipta lagu dan musik Bali enggan mendaftar ke Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) karena pembagian dana royalti dinilai tidak proporsional.
Pramusti menilai sistem pungutan royalti yang dijalankan LMK saat ini tidak adil dan kurang transparan.
“Kami mendukung pemungutan royalti demi kesejahteraan seniman. Namun kenyataannya, banyak pencipta lagu Bali tidak terdaftar di LMK dan dana yang dibagikan tidak sesuai hak yang seharusnya. Sistem bagi rata yang dipakai justru merugikan pencipta yang lagunya populer,” tegas Rahman, sapaannya, di Denpasar, Senin (11/8/2025).
Ia menilai, mekanisme yang ada belum tepat sasaran karena pendataan tidak dilakukan by name by address. Rahman mendorong adanya digitalisasi pengumpulan royalti, sehingga pemutaran lagu dapat terpantau real time dan pembayaran langsung mengalir ke penciptanya.
Pramusti juga mendesak pembentukan LMK Daerah khusus musik Bali, agar pengelolaan dan distribusi royalti bisa lebih adil serta sesuai porsi popularitas karya.
Menurutnya, selama ini musik Bali banyak diputar di hotel, restoran, kafe, hingga karaoke, namun pencipta asli jarang menikmati haknya.
“Sudah tiga tahun kami mengupayakan LMK Daerah, tapi terhambat rekomendasi LMKN Pusat yang meminta kami bergabung saja dengan LMK yang ada. Padahal kami punya data lengkap pencipta dan karya lagu Bali,” ungkapnya.
Saat ini terdapat 16 LMK aktif di Indonesia yang memungut royalti sesuai genre, dari dangdut hingga pop, ditambah dua LMK baru untuk musik tradisi daerah. Pungutan berlaku untuk segala bentuk komersialisasi karya, baik on air maupun pertunjukan langsung, sesuai amanat undang-undang.
Rahman menegaskan, perlindungan hak cipta adalah kewajiban negara, namun harus tepat sasaran. “Jika LMK Daerah terbentuk, kami yakin kesejahteraan musisi dan pencipta lagu Bali akan lebih terjamin,” pugkas