DENPASAR-fajarbali.com | Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali, Dr. Ketut Sumedana, S.H., M.H., resmi mendapat promosi jabatan sebagai Kajati Sumatera Selatan (Sumsel) Tipe A. Namun sebelum meninggalkan Pulau Dewata, jaksa asal Buleleng ini memberikan “kado spesial” berupa peningkatan dua perkara besar ke tahap penyidikan.
Kedua kasus tersebut yakni dugaan korupsi pengalihan fungsi lahan di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, dan dugaan korupsi proyek pembangunan fasilitas Universitas Terbuka di Bali dengan potensi kerugian negara mencapai Rp3 miliar.
“Sebagai penutup masa tugas di Bali, saya sampaikan kabar baik. Dua perkara penting resmi naik ke tahap penyidikan, salah satunya terkait dugaan penyimpangan di kawasan Tahura,” ujar Sumedana dalam pertemuan perpisahan dengan jurnalis di Denpasar, Senin (20/10).
Menurutnya, penyidik Kejati Bali telah menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi dalam pengelolaan lahan Tahura. Sekitar 20 saksi telah diperiksa, dan dokumen penting dari Dinas Kehutanan serta BPN tengah diklarifikasi untuk memastikan siapa pihak pertama yang menguasai tanah konservasi tersebut.
“Kasus ini sudah lama mengendap. Sekarang kami buka kembali, karena Tahura adalah tanah negara yang wajib dilindungi. Tidak boleh dialihfungsikan untuk kepentingan bisnis,” tegasnya.
Promosi Jabatan, Bukan Pencopotan
Menanggapi mutasinya ke Palembang, Sumedana menegaskan bahwa perpindahannya adalah bentuk promosi jabatan sebagai Kajati Tipe A, bukan pencopotan sebagaimana sempat dispekulasikan.
“Promosi dan pencopotan itu berbeda. Untuk naik ke posisi Kajati Tipe A butuh asesmen ketat dan evaluasi menyeluruh atas kinerja,” ujarnya.
Mutasi besar di lingkungan Kejaksaan Agung yang digelar awal Oktober 2025 menempatkan Sumedana dari Kajati Bali Tipe B ke Kajati Sumsel Tipe A, dan ia dilantik bersama 72 pejabat lain pada 13 Oktober 2025 oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Gagas Bale Kertha Adhyaksa, Warisan untuk Bali
Selama menjabat di Bali, Sumedana dikenal bukan hanya sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai penggagas inovasi hukum berbasis kearifan lokal. Ia memperkenalkan Bale Kertha Adhyaksa, konsep penyelesaian perkara perdata dan konflik sosial di tingkat desa melalui pendekatan restorative justice.
Program ini kini telah diterapkan di seluruh kabupaten/kota di Bali dan bahkan tengah dipersiapkan Pemprov Bali menjadi Peraturan Daerah (Perda).
“Dengan pendekatan ini, banyak persoalan bisa diselesaikan di tingkat desa tanpa harus ke pengadilan,” jelasnya.
Konsep ini, menurut Sumedana, menguatkan peran bendesa adat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dalam menjaga harmoni sosial. “Keadilan tidak selalu harus lewat meja hijau. Restorative justice justru menanamkan nilai keseimbangan dan kedamaian,” tambahnya.
Jaksa Tegas dan Berani
Selama di Bali, Ketut Sumedana dikenal sebagai jaksa tegas dan berani mengambil keputusan. Ia tidak segan menindak siapa pun yang terlibat pelanggaran hukum, termasuk pejabat atau tokoh berpengaruh.
Di antaranya, ia memerintahkan penangkapan seorang bendesa adat di Badung yang tersangkut kasus hukum, serta menahan Kepala Dinas Perizinan di Buleleng, daerah asalnya sendiri.
Sikap itu membuatnya dikenal sebagai figur jaksa yang berintegritas, berani, dan tidak pandang bulu.
Perjalanan Karier dan Penghargaan
Lulusan Doktor Hukum Universitas Mataram ini meniti karier panjang di Korps Adhyaksa. Ia pernah menjabat Kasatgas Penuntutan KPK (2007–2012), Kajari Gianyar, Kajari Bantul, Kajari Mataram, Aspidsus Kejati Jawa Tengah, dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung (2022–2024) sebelum dipercaya memimpin Kejati Bali.
Ketut Sumedana juga telah menerima berbagai penghargaan, di antaranya Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun (2018), Best Justice Leadership – CNN Indonesia Awards 2024, Figur Akselerator Pembangunan – detikBali Awards 2025, serta Kerthi Bali Sewaka Nugraha dari DPRD Bali.
Selain dikenal sebagai praktisi hukum, Sumedana juga aktif menulis. Beberapa karya bukunya antara lain Bale Mediasi dalam Pembaharuan Hukum Nasional (2020), Mediasi Penal dalam Sistem Peradilan Berbasis Nilai-Nilai Pancasila (2020), dan Bale Kertha Adhyaksa, Menanam Harmoni di Tanah Bali (2025).
Warisan Penegakan Hukum dan Keadilan Restoratif
Ketut Sumedana meninggalkan Bali dengan reputasi kuat sebagai pemimpin yang menegakkan hukum tanpa kehilangan sisi kemanusiaan. Dua kasus besar yang naik ke tahap penyidikan menjadi simbol komitmennya terhadap transparansi dan keberanian hukum, sementara Bale Kertha Adhyaksa menjadi warisan intelektualnya bagi masyarakat Bali.
“Bali tetap di hati saya. Saya akan terus mendukung upaya menjadikan hukum sebagai jalan harmoni,” pungkasnya.*