Gede Pasek Suardika
DENPASAR-fajarbali.com | Advokat sekaligus politisi kondang Gede Pasek Suardika (GPS) merespons pemberitaan yang dialami Nyoman Sukena yang diseret ke pengadilan karena kedapatan memelihara landak di rumahnya, Desa Bongkasa Perwiti, Abiansemal, Badung. GPS berharap terdakwa segera dibebaskan, dengan penyelesaian restorative justice.
“Kasus yang dialami Nyoman Sukena karena memelihara landak, kemudian dibawa ke pengadilan dan terancam pidana sampai lima tahun membuat kita semua terhenyak kaget,” kata GPS, dikonfirmasi melalui pesan elektronik, Minggu (1/9/2024).
GPS berpandangan, sebaiknya kasus tersebut diselesaikan dengan restorative justice, dan jangan menjadi bagian untuk memenuhi ruang penjara serta mengeluarkan biaya negara memenjarakannya.
Penegakan hukum, lanjut dia, juga seharusnya tidak bersandarkan kata demi kata dalam pasal, tanpa melihat fakta peristiwa yang mengikutinya. Prinsipnya, pidana itu untuk orang jahat, untuk kejahatan dengan dilatarbelakangi niat jahat.
Namun, masih menurutnya, jika mengaca pada kasus ini, justru permasalahannya adalah urusan administrasi. Dimana memelihara tanpa ijin dan dokumen binatang landak yang kategori dilindungi.
Apalagi sejak ditemukan dua ekor [landak] masih kecil, lalu bisa berkembang-biak menjadi empat ekor adalah keberhasilan pengembang-biakan. Ia berpandangan, justru sebaliknya, warga seperti Nyoman Sukena perlu dibina dan diajak bekerja sama untuk mengembang-biakan jenis binatang yang dilindungi tersebut.
“Saya malah khawatir ketika kasus ini dibawa ke pengadilan, malah nasib keempat landak tersebut makin suram karena ditangani tidak oleh orang yang menyukai dan menyayanginya. Jika Landak itu mati di tangan petugas apakah akan dikenakan pidana juga?,” tanya dia.
Ia menegaskan, menegakkan hukum itu tidak semata hanya membaca isi pasal tanpa memerhatikan keadilan dan kemanfaatan hukum dalam mencari kepastian hukum.
Walau dirinya belum bertemu dengan terdakwa, pihaknya siap melakukan pendampingan hukum.
“Melihat kasus ini, sudah seharusnya majelis hakim bijak untuk memosisikan terdakwa, bahkan bila perlu dibebaskan. Kalau toh sulit cukup hukuman percobaan saja tanpa perlu ditahan atau menjalani tahanan,” harap dia.
Yang perlu digaris-bawahi, lanjut GPS, sebagian petani masih menganggap landak sebagai hama. Namun di sisi lain, pemerintah menyatakan landak hewan yang dilindungi. Sehingga hal ini belum tuntas posisinya.
Belajar dari Curik Bali atau Jalak Bali yang dulu nyaris punah dan kini telah berhasil tumbuh kembang dengan baik kembali. Banyak pecinta burung kini membeli dan memelihara dan mengembangbiakannya kembali sehingga populasinya semakin banyak dan tidak langka lagi.
“Jadi pecinta hewan harusnya dilibatkan oleh BKSDA agar populasi hewan dilindungi bisa makin berkembang populasinya. Mereka merawat karena menyayangi. Sangat sayang kalau warga seperti itu kalah dibawa ke penjara hanya urusan kertas dokumen. Memelihara hewan dengan menyayangi dengan memelihara karena proyek sangat berbeda sekali relasi mahluk hidupnya,” pungkas GPS.
Sebelumnya, diberitakan Nyoman Sukena (25) diadili di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (29/8/2024). Ia terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara. Terdakwa mengaku tidak tahu jika landak termasuk hewan yang dilindungi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Bali, Dewa Gede Ari Kusumajaya, dalam dakwaannya menyatakan bahwa Sukena yang asal Banjar Karang Dalem II, Desa Bongkasa Pertiwi, Abiansemal, Badung telah Pasal 21 ayat (2) huruf a juncto Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE).
Tidak hanya itu, dia pun dijerat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 juta atas perbuatanya.
JPU Dewa Ari menjelaskan, Sukena ditangkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali pada Senin (4/3) di rumah terdakwa Bongkasa Pertiwi, Badung. “Bahwa terdakwa memiliki dan memelihara satwa yang dilindungi tanpa dilengkapi dengan izin atau dokumen resmi dari instansi berwenang,” ujar JPU. Sukena mengaku tidak bermaksud menjual landak tersebut dan hanya memeliharanya karena hobi.
Sukena mengungkapkan bahwa awal mula ia memelihara landak tersebut terjadi lima tahun lalu, ketika ayah mertuanya menemukan dua ekor landak kecil di ladang. Karena merasa kasihan dan memiliki hobi memelihara binatang, Sukena memutuskan untuk merawat landak tersebut tanpa mengetahui bahwa mereka termasuk satwa dilindungi.
“Saya tidak tahu kalau landak ini satwa dilindungi. Di tempat kami, landak dianggap hama bagi perkebunan,” ujar Sukena. Selama lima tahun, landak yang dipelihara Sukena tumbuh besar dan bahkan melahirkan dua anak, sehingga jumlahnya menjadi empat ekor.