https://www.traditionrolex.com/27 Jiwa Seni Anak Berkebutuhan Khusus - FAJAR BALI
 

Jiwa Seni Anak Berkebutuhan Khusus

(Last Updated On: 02/06/2018)

DENPASARfajarbali.com | “Anak-anak berkebutuhan khusus juga memiliki sence of art atau jiwa seni,” ujar Ketut Sumartawan kukuh, di Taman Budaya Bali Denpasar, Jumat  (01/06/2018).

Menjadi pendidik anak berkebutuhan khusus bukanlah hal yang mudah. Perlu ketrampilan dan ketelatenan khusus untuk melihat potensi setiap anak.

“Saya sediri tidak yakin awalnya, tapi ternyata anak-anak cepat menangkap seni itu,” ujar kepala SLB 1 Denpasar, Ketut Sumartawan.

Lelaki yang baru saja diangkat sebagai kepala sekolah pada bulan Februari lalu ini pun mengaku kali ini siswa-siswinya menampilkan garapan yang mengkhusus pada kesenian musik.

“Konep garapan ini yaitu mengekspresikan diri dan mengkolaborasikan musik tradisional dengan modern,” tambahnya.

Silih berganti antara satu penyanyi dengan penyanyi lainnya bergiliran tampil. Tak hanya musik, di tengah-tengah penampilan muncul pembacaan puisi.

Mendapatkan kesempatan untuk mengungapkan jiwa seni melalui acara Gelar Seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya III, Sumartawan pun mengharapkan agar kegiatan Nawanatya dapat berlanjut secara terus-menerus.

“Siapapun yang menjadi pemimpin Bali agar senantiasa memberikan ruang untuk putra putri seniman Bali, khususnya bisa menjadi ruang bagi anak-anak kami,” terangnya.

Maju dengan garapan yang lebih kompleks, SLB 1 Badung memutuskan untuk menggarap drama yang bertajuk Taksuning Bali dan tarian penyambutan Selat Segara.

“Tari Penyambutan Selat Segara dan drama Taksuning Bali yang intinya menceritakan joged yang berpacu melalui saran dari pihak disbud megenai fenomena joged jaruh,” tutur Gede Sueca.

Pria yang membina garapan siswa-siswi SLB 1 Badung ini pun mengaku persiapan yang dilakukan hanya memakan waktu satu setengah minggu.

Dirinya pun menambahkan bahwa dengan garapan ini dapat membuat anak didiknya mengenal proses dalam setiap pengalaman berkreativitas.

Melalui kacamatanya, Sueca memberi evaluasi akan kegiatan Nawanatya yang sudah berlangsung ada kali ke-3 ini.

“Nawanatya senantiasa menjadi wadah untuk seniman Bali dan anak-anak kami, tetapi gaungnya masih minim dan masih hanya sebatas pada penampil itu saja,” ujarnya.

Dirinya pun menawarkan jalan keluar agar Nawanatya dapat memiliki gaung yang lebih luas. “Solusinya jangan dibuatkan event jumat sabtu minggu, buatkan dia festival Nawanatya. Apakah 2 minggu full atau 3 minggu, jangan berkala,” saran Sueca.

Begitulah seni, ia tak memihak siapapun. Ia bebas dan universal. Siswa-siswi kedua SLB tersebut telah membuktikan. Mereka dapat tampil layaknya seniman dengan segudang pengalaman, tanpa harus takut terkurung dalam jeruji keterbatasan. (Eka)

 Save as PDF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Nelayan Pesinggahan Hilang Saat Melaut

Ming Jun 3 , 2018
Dibaca: 7 (Last Updated On: 02/06/2018)SEMARAPURA-fajarbali.com | Sanak keuarga I Wayan Simpen (70) tak sanggup menutupi kekhawatiranya. Lantaran pria yang menjadi tulang punggung keluarga tersebut tak kunjung menepi setelah melaut sejak Minggu (3/6/2018) dini hari. Apalagi warga asal Banjar Kangin, Desa Pesinggahan, Dawan, Klungkung tersebut sempat menelfon anaknya dan mengatakan […]

Berita Lainnya