DENPASAR-Fajarbali.com|
DENPASAR-Fajarballi.com|Kasus pembunuhan di Simpang Jalan Gunung Kelimutu yang menewaskan I Gede Budiarsana dan membuat Ketut Widiada alias Jro Dolah mengalami sejumlah luka, Kamis (3/2/2022) masuk pada agenda pembacaan tuntutan jaksa.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang dipimpin hakim Gede Putra Astawa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ida Bagus Putu Swadharma Diputra menuntut I Wayan Sedia, terdakwa yang membunuh I Gede Budiarsana dengan pidana penjara selama 14 tahun.
Jaksa dalam amar tuntutannya menyatakan terdakwa I Wayan Sadia terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP.
"Memohon kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara ini untuk menghukum terdakwa I Wayan Sadia dengan pidana penjara selama 14 tahun," sebut jaksa dalam surat tuntutannya yang dibacakan dalam sidang daring.
Kasi Intel Kejari Denpasar I Putu Eka Suyantha usai sidang mengatakan bahwa usai dituntut 14 tahun, terdakawa melalui kuasa hukumnya akan mengajukan pembelaan secara tertulis pada sidang selanjutnya.
Sementara untuk enam terdakwa lainya yaitu atas nama Benny Bakarbessy, Jos Bus Likumahwa, Fendy Kainama, Gerson Pattiwaelapia, I Gusti Bagus Christian Alevanto dan Dominggus Bakar Bess yang melakukan penganiayaan terhadap Ketut Widiada alias Jro Dolah dituntut hukuman 4 tahun penjara.
Jaksa Ida Bagus Putu Swadharma Diputra dalam tuntutan menyatakan keenam terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama dengan sengaja terhadap orang atau barang.
Perbutan keenam terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP sesuai dakwaan alternatif kedua Penuntut Umum."Keenam terdakwa juga sepakat untuk mengajukan pembelaan secara tertulis," jelas Kasi Intel.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketut Widiada alias Jro Dolah saat bersaksi di muka sidang mengatakan, sebelum dia bersama korban I Gede Budiarsana (tewas ditempat kejadian) mendatangi kantor para terdakwa, dia terlebih didahulu ditemui oleh salah satu rekan terdakwa yang hendak mengambil sepeda motor yang dikendarainya.
Tapi saksi saat itu dia mengatakan tidak bisa menyerahkan dengan alasan sepeda motor itu bukan miliknya. Kemudian saksi bersama I Gede Budiarasana mendatangi kantor tempat para terdakwa di Jalan Gunung Patuha.
“Sampai disana memang sempat terjadi ketegangan antara saya dengan salah satu terdakwa yang ingin merekam saat terjadi keributan, saat itu saya mendorongnya,” terang Jro Dolah.
Kesaksian ini sekaligus membantah keterangan salah satu terdakwa yang menyebut bahwa Jro Dolah memukul lebih dahulu.
Setelah mendorong salah satu terdakwa, terdakwa Benny Bakarbessy mengambil parang dan berteriak bunuh-bunuh.
Saat itu diakui oleh saksi korban, bahwa sempat terjadi perkelahian. Namun karena kalah jumlah, saksi pun mengajak I Gede Budiarsana untuk lari.
“Kami berdua lari ke arah yang berbeda, I Gede Budiarsana lari dan dikejar oleh I Wayan Sadai dan beberapa rekannya,” terang Jro Dolah. Tapi setelah itu saksi Jro Dolah mengaku tidak tahu apa yang terjadi dengan I Gede Budiarsana.
Yang saksi tahu ketika kembali menemui I Gede Budiarsana sudah meninggal dengan sejumlah luka tebas.
Sementara saksi Jro Dolah menjalani juga menderita luka akibat pengeroyokan yang dilakukan oleh Benny Bakarbessy dan kawan-kawan.(eli)