DENPASAR-fajarbali.com | Lahir dari keluarga kurang mampu di Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng, Gede Sariasa sejak kecil bertekad ingin merubah jalan hidupnya. Sariasa percaya bahwa pendidikan merupakan solusi paling realistis mencapai tujuannya.
Kedua orantuanya, Putu Mudita dan Luh Sania, tidak lulus sekolah dasar. Praktis peluang mendapatkan pekerjaan yang layak, seperti pegawai negeri jauh panggang dari api.
Putu Mudita sehari-hari menggantungkan perekonomian keluarga dari bertani, terkadang menjadi buruh angkut kayu. Sementara Luh Sania mengurus rumah tangga.
Dengan latar belakang keluarga pas-pasan, keluarga Sariasa mengaku pernah mengalami permasalahan hukum, dan sangat sulit mendapatkan keadilan. Hal itulah yang mendorong Sariasa bertekad sekolah setinggi-tingginya, terutama mendalami ilmu hukum.
Selepas SMP, pria kelahiran 15 November tahun 2002 ini, melanjutkan pendidikan di SMAN Bali Mandara, Buleleng, agar mendapatkan sekolah dan asrama gratis. "Kalau bayar, saya enggak sanggup," jelas Sariasa, dikonfirmasi belum lama ini.
Berkat ketekunannya belajar, Sariasa lolos beasiswa Bidikmisi pada Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS), Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja. Langkah pertamanya masuk ke perguruan tinggi linier dengan cita-cita masa kecilnya, ilmu hukum.
Komitmen Sariasa tidak main-main. Ia lulus tepat waktu bahkan menjadi salah satu lulusan terbaik dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,94. Ia telah diyudisium beberapa waktu lalu.
Selama menjadi mahasiswa, Sariasa sangat aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, magang di kantor advokat, termasuk menjadi asisten dosen.
Dalam skripsinya, Sariasa menguliti penelitian mengenai Implementasi Pasal 37 Ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas IIB Singaraja.
"Saya merasa tertarik karena ingin memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas di LP," ujarnya, sembari menambahkan bahwa penelitiannya merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif.
Ia mengugkapkan, LP Kelas IIB Singaraja sudah berupaya sebaik mungkin mengimplementasikan amanat undang-undang tersebut, melalui pembentukan Unit Layanan Disabilitas serta pemenuhan berbagai hak dan fasilitas penunjang namun fasilitas penunjang yang disediakan masih banyak yang belum sesuai dengan standar yang diamanatkan oleh undang-undang.
Masih berdasarkan penelitiannya, faktor penghambat pemenuhan hak narapidana berkebutuhan khusus (difabel), di antaranya, keterbatasan lahan, sumber daya manusia yakni kurangnya petugas yang terlatih dalam menangani narapidana disabilitas, terbatasnya anggaran, serta situasi over capacity yang masih dialami oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Singaraja.
"Sebagai warga negara yang berkebutuhan khusus, saya ingin berkontribusi memenuhi hak-hak mereka di dalam LP agar tercipta keadilan," tegasnya.
Setelah menggenggam gelar sarjana hukum, Sariasa aktif menggali isu-isu hukum yang sedang berkembang sembari mencoba peluang melamar di instansi-instansi penegak hukum.
Kemungkinan melanjutkan kuliah ke S2 juga terbuka lebar untuk peluang karir menjadi dosen.
Cita-cita mulia Sariasa mendapatkan dukungan penuh dari salah satu dosennya, Prof. Dr. Dewa Gede Sudika Mangku, SH., LLM. Sebagai orang yang mengenal Sariasa, Prof. Dewa Mangku optimis Sariasa mampu menggapai cita-citanya sehingga menjadi seorang pionir di keluarganya.
"Saya benar-benar yakin sama Sariasa. Anaknya sangat serius belajar, punya tekad kuat dan keberanian. Saya doakan yang terbaik," pungkas Prof. Dewa Mangku.