BANGLI-sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Selama pandemi, sejatinya sector pertanian sudah terbukti menjadi tumpuan hidup dan sebagai penggerak perekonomian masyarakat. Terutama pertanian yang menghasilkan komoditas kebutuhan harian seperti bawang dan cabai.
Dalam hal ini, peran Pemerintah baik Kabupaten, Propinsi maupun Pusat perlu tetap mensupport dari sisi modal dan tata niaga hasil produksi petani agar tidak merugi. Salah satunya, bisa memberikan kemudahan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada petani.
“Inilah yang perlu dipermudah oleh pemerintah. Sebab, salah satu kendala dalam proses peminjaman masih terlalu ribet. Kalau mau membangkitkan sector pertanian, pemerintah harusnya memberikan kemudahan dalam hal mengakses dan kemudahan dalam hal teknis pembayaran. Misalnya, dengan system bayar setelah panen,” ungkap I Komang Sukarsana selaku Ketua Kelompok Tani Sari Pertiwi desa Songan, Kintamani, Bangli saat dikonfirmasi Rabu (08/09/2021).
Lebih lanjut, Ketua Kelompok Tani yang beranggotakan 22 petani ini juga mengakui selama ini pola tersebut memang sudah ada.
Baca juga :
Bangli Belum Tentukan Sikap Uji Coba Pembukaan DTW
Pengusaha Mall Datangi Ketua DPRD Badung, Tuntut Operasional Mall Diizinkan Buka dengan Prokes
“Tetapi, yang menjadi persoalan adalah kemudahannya. Prosesnya terlalu panjang,” jelasnya.
Kendala lain, lanjut dia, yang namanya petani, selama ini akses informasi yang didapat masih minim, sehingga masih perlu mendapat sosialisasi.
“Dalam hal ini, pemerintah perlu jemput bola, turun ke bawah melakukan pendataan termasuk melihat potensi dan memberikan pemahaman kepada para petani. Sebab, kadang-kadang ada keengganan para petani yang memang perlu modal tapi tidak mau meminjam karena persoalan jarak yang jauh karena harus ke kota dan sistemnya juga ribet,” beber Sukarsana yang juga Ketua Rumah Bawang Songan ini.
Selain itu, pihaknya juga berharap bantuan berupa CSR mestinya juga difokuskan ke pertanian untuk membantu sarana dan prasarana petani. Meski diakui pula, sejatinya support pemerintah kepada petani memang sudah banyak.
“Tapi system distribusinya harus dikawal, agar konsep pemerataan terjadi,” ungkapnya.
Sementara saat disinggung terkait harga, disampaikan, pemerintah belum sepenuhnya melakukan pengaturan tata niaga hasil pertanian agar tidak merugikan para petani.
“Menurut saya, pemerintah sebagai fasilitator bisa mengatur dan menentukan break even point (BEP). Pemetaan penanaman perlu dilakukan, sehingga antara produksi dan permintaan menjadi seimbang. Kalau dulu, saat pariwisata masih jalan tingal produksi saja. Namun sekarang, harus ada aturan pemetaan budidaya pertanian, supaya harganya tidak merugikan petani,” pungkasnya. (ard)
Dalam hal ini, peran Pemerintah baik Kabupaten, Propinsi maupun Pusat perlu tetap mensupport dari sisi modal dan tata niaga hasil produksi petani agar tidak merugi. Salah satunya, bisa memberikan kemudahan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada petani.
“Inilah yang perlu dipermudah oleh pemerintah. Sebab, salah satu kendala dalam proses peminjaman masih terlalu ribet. Kalau mau membangkitkan sector pertanian, pemerintah harusnya memberikan kemudahan dalam hal mengakses dan kemudahan dalam hal teknis pembayaran. Misalnya, dengan system bayar setelah panen,” ungkap I Komang Sukarsana selaku Ketua Kelompok Tani Sari Pertiwi desa Songan, Kintamani, Bangli saat dikonfirmasi Rabu (08/09/2021).
Lebih lanjut, Ketua Kelompok Tani yang beranggotakan 22 petani ini juga mengakui selama ini pola tersebut memang sudah ada.
Baca juga :
Bangli Belum Tentukan Sikap Uji Coba Pembukaan DTW
Pengusaha Mall Datangi Ketua DPRD Badung, Tuntut Operasional Mall Diizinkan Buka dengan Prokes
“Tetapi, yang menjadi persoalan adalah kemudahannya. Prosesnya terlalu panjang,” jelasnya.
Kendala lain, lanjut dia, yang namanya petani, selama ini akses informasi yang didapat masih minim, sehingga masih perlu mendapat sosialisasi.
“Dalam hal ini, pemerintah perlu jemput bola, turun ke bawah melakukan pendataan termasuk melihat potensi dan memberikan pemahaman kepada para petani. Sebab, kadang-kadang ada keengganan para petani yang memang perlu modal tapi tidak mau meminjam karena persoalan jarak yang jauh karena harus ke kota dan sistemnya juga ribet,” beber Sukarsana yang juga Ketua Rumah Bawang Songan ini.
Selain itu, pihaknya juga berharap bantuan berupa CSR mestinya juga difokuskan ke pertanian untuk membantu sarana dan prasarana petani. Meski diakui pula, sejatinya support pemerintah kepada petani memang sudah banyak.
“Tapi system distribusinya harus dikawal, agar konsep pemerataan terjadi,” ungkapnya.
Sementara saat disinggung terkait harga, disampaikan, pemerintah belum sepenuhnya melakukan pengaturan tata niaga hasil pertanian agar tidak merugikan para petani.
“Menurut saya, pemerintah sebagai fasilitator bisa mengatur dan menentukan break even point (BEP). Pemetaan penanaman perlu dilakukan, sehingga antara produksi dan permintaan menjadi seimbang. Kalau dulu, saat pariwisata masih jalan tingal produksi saja. Namun sekarang, harus ada aturan pemetaan budidaya pertanian, supaya harganya tidak merugikan petani,” pungkasnya. (ard)