Hadapi Regulasi Baru, Ini Langkah Asosiasi Asuransi Umum Indonesia!

u10-IMG-20251018-WA0000
(ki-ka)-Direktur Eksekutif AAUI Cipto Harto, Wakil Ketua AAUI Trinita Situmeang, Ketua AAUI Budi Herawan, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Ogi Prastomiyono, dan Muhammad Iqbal yang juga Wakil Ketua AAUI.

MANGUPURA-fajarbali.com | Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) kembali menggelar ajang tahunan terbesar bagi industri asuransi umum dan reasuransi di Indonesia. Yakni, Indonesia Rendezvous (IR) ke-29, yang berlangsung di Bali International Convention Centre (BICC), The Westin Resort Nusa Dua, Bali, 15-17 Oktober 2025.

Ketua AAUI, Budi Herawan, Jumat (17/10/2025), mengatakan, agar lebih kuat menghadapi tantangan Indonesia emas memang banyak hal yang harus dilakukan seiring berlakunya dua regulasi, yakni Peraturan OJK (POJK) 23/2023 tentang penguatan modal dan transisi akuntansi global melalui PSAK 117 (IFRS 17).

"Industri asuransi dan reasuransi nasional tengah menghadapi momen krusial, sebuah ujian kekuatan yang digulirkan oleh regulator. Sorotan tajam tertuju pada dua isu fundamental yang dapat merombak lanskap bisnis," jelas Budi Herawan.

Meningkatnya kehadiran delegasi global di acara Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) ini, kata dia, menegaskan posisi Indonesia sebagai medan pertempuran regulasi, di mana ketahanan finansial industri dipertaruhkan.

“Isu salah satunya ekuitas kedua bagaimana mengangkat bagaimana memperbaiki industri asuransi Umum masih kurang efisien. Harapan kami ada solusi dan tentunya bagaimana mengembalikan kepercayaan,” ujarnya.

Dia menekankan industri sedang berupaya kuat meningkatkan premi yang tahun ini sedikit melambat. Pihaknya berharap pertumbuhan 8 persen bisa dicapai dengan pertumbuhan ekonomi saat ini.

"Mandat penguatan ekuitas minimum menurutnya, menjadi isu krusial yang mesti menjadi tantangan industri asuransi," imbuh dia.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, secara gamblang mendesak industri untuk bergerak cepat. POJK 23/2023 menetapkan batas waktu tegas yakni tahun 2026 dan 2028.

Regulasi ambisius ini bukan sekadar penambahan modal, tetapi langkah paksa untuk konsolidasi. Bagi sejumlah perusahaan, regulasi ini adalah "kartu merah" yang mengharuskan mereka mencari suntikan modal besar atau menerima skema peleburan bisnis.

BACA JUGA:  Dampak Pandemi, Pemulihan UMKM Pariwisata Masih Butuh Bantuan Tunai

Isu turunannya adalah Surat Edaran OJK (SEOJK) mengenai Klasterisasi Bisnis Berbasis Ekuitas (KPPE). Klasterisasi ini akan secara definitif membagi industri berdasarkan kekuatan modal, membatasi lini usaha dan kapasitas risiko bagi perusahaan yang ekuitasnya di bawah standar. Ini adalah diferensiasi tajam antara "pemain kuat" dan "pemain marginal."

”Di samping tantangan permodalan, industri harus menghadapi perubahan fundamental dalam cara mereka menghitung bisnis,” kata Ogi.

Transisi ke PSAK 117 (adopsi IFRS 17) – standar akuntansi global yang kini berlaku – memaksa perusahaan untuk menghitung liabilitas dan pendapatan secara baru.
Dia membeberkan implikasinya antara lain, Potensi Pemangkasan Laba Awal: Perhitungan baru dapat memangkas laba yang selama ini tercatat, berdampak langsung pada posisi ekuitas.

Serta Transparansi Profitabilitas: Pesan kunci dari Direktur Keuangan (CFO) dan Direktur Teknik tegas: di bawah PSAK 117, laba tidak lagi bisa disamarkan. Profitabilitas harus didukung oleh teknikal pricing yang sehat dan manajemen risiko yang ketat.

Standar ini mendorong penguatan fungsi aktuaria, menjadikannya pilar utama untuk menjaga solvabilitas jangka panjang.
Menanggapi tekanan regulasi ganda ini, AAUI mendorong dua strategi utama.

Pertama, Akselerasi Digitalisasi: Pemanfaatan teknologi untuk efisiensi operasional dan, yang lebih penting, untuk menciptakan model bisnis baru yang lebih profitabel dan berkelanjutan.

Kedua, Sinergitas Ekosistem Finansial: Kolaborasi erat dengan bank dan perusahaan penjaminan untuk memperluas penetrasi pasar dan membangun ketahanan kolektif.
Bola panas kini berada sepenuhnya di tangan pelaku industri.

Komitmen terhadap pemenuhan ekuitas, adaptasi cepat terhadap PSAK 117, dan penguatan tata kelola bukan lagi pilihan. Ini adalah mandat kritis untuk memastikan industri asuransi tetap menjadi pilar strategis dalam menopang perekonomian nasional di bawah pengawasan regulasi global yang semakin ketat.

BACA JUGA:  DKPKP Gianyar Kembangkan Bioflok Pembesaran Lele

IR ke-29 tahun 2025 ini, mengusung tema “Empowering Trust: Connecting the World of Insurance and Reinsurance”, kegiatan ini menjadi wadah utama bagi pelaku industri asuransi untuk membangun kepercayaan, memperkuat kolaborasi lintas sektor, serta mendorong transformasi berkelanjutan di tengah dinamika ekonomi global. Indonesia Rendezvous tahun ini diikuti oleh lebih dari 1.000 pelaku industri dari 20 negara yang berbeda.

Sejak pertama kali diselenggarakan, Indonesia Rendezvous telah menjadi forum bergengsi tingkat internasional yang mempertemukan regulator, pelaku industri, akademisi, serta mitra global dalam membahas isu strategis industri asuransi dan reasuransi.

Pada tahun ini, IR dihadiri oleh peserta dari lebih dari 20 negara, termasuk Australia, Bahrain, Caymand, China, France, Germany, dll. Dimana tahun sebelumnya hanya diikuti oeh 14 negara.

Scroll to Top