GEDSI Watch Sampaikan Enam Tuntutan di HUT ke-80 RI

IMG-20250818-WA0002
Anggota LSM Bali Sruti, di Denpasar, usai upacara pengibaran bendera 17 Agustus 2025.

Loading

DENPASAR-fajarbali.com | 80 tahun Indonesia merdeka, negara masih dianggap abai memenuhi janji kemerdekaan bagi perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok marginal. Alih-alih melindungi, negara bahkan dituding menjadi pelaku kekerasan.

Atas kegagalan ini, Gerakan GEDSI Watch, jaringan organisasi perempuan, organisasi masyarakat sipil, dan organisasi perempuan akar rumput dari Sekolah Perempuan yang bekerja di 9 (Sembilan) provinsi, menuntut negara untuk segera:

1. Mengimplementasikan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual secara menyeluruh, menjamin penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban.

2. Mengesahkan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

3. Memberi ruang dan menjamin partisipasi perempuan akar rumput, disabilitas dan kelompok marginal dalam pengambilan keputusan di semua tingkatan

4. Menghentikan segala bentuk pengabaian terhadap hak-hak penyandang disabilitas, diskriminasi dan kekerasan yang mereka alami;

5. Menghentikan penghapusan sejarah perempuan dalam penulisan ulang sejarah resmi;

6. Mengatasi dampak perubahan iklim yang meningkatkan risiko kekerasan berbasis gender dan berpotensi menghilangkan sumber-sumber kehidupan mereka.

"Di tengah meningkatnya kekerasan terhadap perempuan, negara justru menghapus sejarah gerakan perempuan, sejarah yang menunjukkan kekerasan terhadap perepuan secara masif pernah terjadi di negeri ini," demikian keterangan tertulis yang diterima media ini, Minggu (17/8/2025).

Gerakan GEDSI Watch menegaskan bahwa kemerdekaan, kedaulatan, dan kesejahteraan bangsa tidak akan pernah tercapai jika perempuan, disabilitas, dan kelompok marginal terus dipinggirkan, diabaikan, dan dilanggar haknya.

Data juga memperkuat kegagalan negara ini. Komnas Perempuan mencatat 330.097 kasus kekerasan berbasis gender pada 2024, naik 14,17 persen dari tahun sebelumnya.

Sehimpun fakta ini menegaskan bahwa negara bukan hanya abai, tapi melanggengkan kekerasan.
GEDSI Watch khususnya Sekolah Perempuan menggelar Pekan Kemerdekaan Perempuan 2025 bertema “Perempuan Berjuang, Negara Abai” di 12 kabupaten/kota, yaitu Lombok Timur, Lombok Barat, Denpasar, Gresik, Lumajang, Pangkajene Kepulauan, Mamuju, Padang, Padang Pariaman, Serang, dan Jakarta pada 8-24 Agustus 2025.

BACA JUGA:  Untuk Ayah di Seluruh Tanah Air: Antarlah Anak di Hari Pertama Sekolah

Puncaknya, pada Minggu 17 Agustus, pengibaran bendera Merah Putih akan dilakukan serentak oleh perempuan akar rumput, penyandang disabilitas, dan kelompok marginal. Ini simbol bahwa kemerdekaan adalah hak semua rakyat, bukan milik segelintir orang.

Sejumlah kegiatan yang dilaksanakan di setiap wilayah tersebut adalah:
Jambore Perempuan "Merdeka Setara" di Pulau Morotai, GEDSI Move Bootcamp "Mearwat Bumi, Merawat Keadilan Untuk Semua" di Gresik dan Lumajang, Edukasi Penghapusan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) ke Pondok Pesantren, Tour Generasi Z ke Sekolah Perempuan, layanan lagalitas usaha atau pembuatan Nomor Induk Usaha (NIB) di Lombok Timur dan Lombok Utara.

Pawai Budaya di Serang, Orasi inspiratif dan pembacaan puisi feminis, siaran RRI: Penghapusan Kekerasan menguatkan Kemerdekaan, Podcast Merdeka Berdaya dan Merdeka Bebas Setara di Denpasar, Pendidikan Koperasi Feminis: Merebut Maskulinitas Ekonomi melalui Sekolah Perempuan di Padang dan Padang Pariaman.

Festival Kesenian Tradisional Minang dalam Gerakan Perempuan Akar Rumput di Padang, Pagelaran busana (tenun) merawat kearifan lokal, Pameran Pembangunan: Pameran produk UMKM Sekolah Perempuan di Kupang, Talkshow Radio Sipurenu, Tarian Nusantara, Jelajah Pulau Sabutung dan Tompo Bulu di Pangkajene Kepulauan, serta Cerdas Cermat Modul Pendidikan Adil Gender (PAG) Anggota Sekolah Perempuan, di Mamuju.

 

Scroll to Top