https://www.traditionrolex.com/27 Gagahnya Taruna Goak saat Piodalan Nadi dan Melaspas di Pura Pajenengan Panji Sakti - FAJAR BALI
 

Gagahnya Taruna Goak saat Piodalan Nadi dan Melaspas di Pura Pajenengan Panji Sakti

Megoak-goakan dikenal sebagai sebuah tradisi turun temurun di Desa Panji

 Save as PDF
(Last Updated On: 04/06/2023)

PASUKAN Taruna Goak menyambut Ida Betara Panji Sakti sebelum masucian ke Segara Penimbangan, saat piodalan, Sabtu (3/5/2023).

 

SINGARAJA – fajarbali.com | Seluruh Pangemong, Pangempon dan Panyungsung Pura Pajenengan Panji Sakti, Desa Panji, Sukasada, Buleleng, bersukacita menyambut piodalan nadi. Disebut nadi, karena piodalan saban Tumpek Landep tahun ini, Sabtu (3/6/2023), bertepatan dengan Purnama (Sada). Siklus ini terjadi tiap 12 tahun sekali.

Piodalan kemarin juga dirangkai dengan upacara pamlaspasan bale kulkul dan palinggih lebuh. Plang nama pura, dan toilet juga tampak rampung, melengkapi kebutuhan umat di nista mandala. Bangunan baru tersebut bersumber dari Hibah Pemkab Buleleng tahun 2022 sebesar Rp. 200.000.000

Kelihan Pangemong Pura Pajenengan Panji Sakti I Gusti Ngurah Agung Ade Panji Anom, menjelaskan, yang spesial dari piodalan nadi adalah sesolahan Tari Taruna Goak, dan Ida Betara katuran masucian di Segara Penimbangan.

Pasukan/Bala Goak menyambut Ida Betara sebelum dan setelah kembali dari segara. Megoak-goakan dikenal sebagai sebuah tradisi turun temurun di Desa Panji. Konon megoak-goakan berasal dari Pasukan Taruna Goak yang menjadi pasukan elite Kerajaan Buleleng.

Pasukan Taruna Goak inilah yang berhasil menaklukan Kerajaan Blambangan, Pasuruan, serta Jembrana, dalam jajahan Kerajaan Buleleng. Megoak-goakan adalah cara Raja Panji Sakti dalam membangkitkan semangat warga.

Sebelum melakukan ekspansi ke tanah Jawa, Sang Raja terlebih dahulu membangun kesejahteraan warganya. Memenuhi sandang, pangan dan papan. “Beliau tidak memosisikan diri sebagai penguasa, karena kekuasaan tertinggi ada pada rakyat,” kata Gusti Anom Panji.

Megoak-goakan kemudian bermetamorfosis sebagai sebuah tradisi dan permainan rakyat. Tradisi ini dimulai sejak masa pemerintahan I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti pada abad ke-17, dan bertahan hingga kini.

“Keberadaan pura ini merupakan episentrum pemersatu keturunan-keturunan beliau dalam melanjutkan kewajiban kepada masyarakat Buleleng meski kami lebih bergerak di bidang budaya,” jelas Gusti Panji Anom.

Pura Pajenengan Panji Sakti, yang dulunya bekas istana kerajaan dan moksa I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti mengandung nilai-nilai historis mendalam, mulai dari pra kolonial, kolonial, pasca-kolonial dan era kemerdekaan.

I Gusti Ngurah Agung Ade Panji Anom

Di zaman penjajahan Belanda, khususnya ekspansi kedua, para pejuang rakyat berkumpul di tempat ini untuk menyusun strategi gerilya, memohon petunjuk kepada Ida Betara, sekaligus menjadi tempat berlindung dari serangan musuh.

“Sehingga muncul sebuah sumpah, kapan Indonesia merdeka, maka tempat ini akan ditata kembali menjadi sebuah pura. Jadi dari tempat ini kita diajarkan nasionalisme, demokrasi, semangat perjuangan dan ilmu kepemimpinan yang benar-benar menyejahterakan masyarakat,” imbuh Gusti Panji Anom.

Berdasarkan catatan Puri Anyar Sukasada, Pajenangan Panji Sakti dibangun tahun 1620, tepatnya saat I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti mulai nampak sebagai penguasa di wilayah Denbukit. Sementara, petugas pemungut pajak Belanda mencatat keberadaan pura ini tahun 1886.

Seperti umumnya pura di Bali, tempat suci yang terbuka untuk seluruh umat Hindu, bahkan muslim (krama tatadan dari Jawa) ini, terdiri dari tiga mandala; nista, madya dan utama. Sebelum sembahyang, pamedek wajib menghaturkan sembah di Palinggih Ki Patih Sakti guna memohon izin.

Di madya mandala juga ada bangunan tempat peristirahatan I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti. Sebagian besar bangunan aslinya masih utuh. Sementara di utama mandala terdapat palinggih pajenengan rong tiga. Semua rangkaian ini lah kemudian disebut Pura Pajenengan Panji Sakti.

Peristirahatan Ida Betara I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti

Puri Anyar Sukasada, lanjut Gusti Panji Anom, kembali ngamongin pura mulai tahun 1850. Saat itu, Ida Betara Agung Made Rai, keturuann ke 7 Ida Betara Panji Sakti ditunjuk memimpin kembali Denbukit pasca-perang Jagaraga (1846-1869) agar tidak terjadi kekosongan kepemimpinan.

Dalam struktur organisasi, Puri Anyar Sukasada berstatus sebagai Pangemong Pura. Sedangkan Puri Bakang, Puri Gede Tukad Mungga, Jero Bon Tihing, Puri Bungkulan dan Perean, sebagai Pangempon. Krama Adat Desa Panji sebagai Panyungsung. Sedangkan pamedek biasa disebut Panyiwi.

“Kami selaku warih-warih beliau mengucapkan terima kasih kepada Pemkab Buleleng yang telah mensupport upaya kami untuk menata kembali linggih Ida Betara,” jelasnya. (Gde)

 Save as PDF

Next Post

Pie Susu Jadi Ikon Buah Tangan Bali, LPM Unwar Lakukan Pendampingan

Ming Jun 4 , 2023
Permasalahan yang dihadapi pelaku usaha belum memahami dengan baik sistem akuntansi dan belum menerapkan strategi pemasaran berbasis digital
lpm unwar

Berita Lainnya