Ketua BPD HIPMI Bali Agus Pande Widura mengatakan, jika imbauan tersebut sangat relevan. Karena memang ada kekhawatiran dari HIPMI, jangan sampai pengusaha-pengusaha di Bali menjadi penonton di negeri sendiri, ketika pandemi ini berakhir. Meski mendukung imbauan tersebut, akan tetapi Widura mengaku pengusaha di Bali saat ini tengah berjuang mempertahankan aset dan harus melewati sejumlah rintangan.
"Karena pandemi Covid-19 yang menghentikan roda perekonomian dan kepariwisataan, membuat pengusaha di Bali mati suri. Oleh karena itu, kami meminta adanya kerjasama konkrit, komprehensif, dan berkesinambungan antara Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Himpunan Bank Negara serta Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk sama-sama bisa membuat suatu keputusan dalam hal menyelamatkan Bali. Karena memang selama ini yang kita lihat adalah masih belum bisa terlaksananya beberapa aturan-aturan yang dikeluarkan," ungkapnya, Rabu (1/9/2021).
Widura membeberkan, ada dua rintangan terbesar pengusaha di Bali. Rintangan pertama adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32/2021. PMK itu mengatur tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Adapun poin memberatkan adalah pengusaha yang berpeluang mendapat tambahan pinjaman harus beromzet minimal Rp50 miliar. Ia berharap angka itu diturunkan.
Baca juga :
Bupati Tabanan Ikuti Launching Sinergitas Pengelolaan Bersama MCP dan Rakorwasdanas Tahun 2021
Pemulihan Pariwisata Lambat, Sektor Non-Pariwisata Harus Digenjot
Sedangkan rintangan kedua yaitu keberadaan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 48/2020. POJK itu mengatur tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
"Permohonan dari kami terkait POJK Nomor 48/2020 mungkin bisa dibuat per daerah, khusus Bali, atau jika itu tidak bisa, bisa dibuat per bidang. Jadi ini menjadi suatu kendala. Karena perbankan juga masih tarik ulur dalam memberikan biaya untuk pemeliharaan daripada pengusaha-pengusaha di Bali, dikarenakan POJK ini diperpanjang tiap tahun," ungkapnya.
Widura meminta agar pemerintah ataupun lembaga terkait gerak cepat menyikapi kondisi tersebut. Terlebih bagi sektor pariwisata yang diprediksi sulit bangkit dalam satu atau dua tahun kedepan.
"Tentunya POJK 48/2020 menjadi salah satu acuan perbankan dalam membantu pengusaha-pengusaha di Bali untuk bertahan di masa pandemi ini. Saya melihat diantara OJK, BI, Menteri Keuangan, dan badan penjamin, tentunya menjadi satu kesatuan, agar bisa membantu Bali," tuturnya.
Pihaknya lebih lanjut berharap, adanya stimulus bagi pengusaha di Bali. Tujuannya untuk mencegah obral aset akibat menipisnya cashflow perusahaan. Ia tak memungkiri, kondisi keuangan perusahaan saat ini memaksa pengusaha merogoh kocek pribadi untuk mempertahankan usaha mereka. (dha)