DENPASAR -fajarbali.com |Kuasa hukum Siti Sapura SH alias Ipung dan Horasman Diando Suradi melaporkan oknum penyidik Satuan Reskrim Polresta Denpasar dan anggota Propam Polresta Denpasar ke Bidpropam Polda Bali, pada Senin 20 Januari 2025. Dua oknum Polisi itu dinilai sudah melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) dan melanggar Pasal 221 KUHP yaitu melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice).
Laporan ke Bidpropam ini menyikapi kasus dugaan penggelapan atas Sertifikat Hak Milik (SHM) yang telah dilaporkan ke Polresta Denpasar dengan pelapor I Gusti Putu Wirawan.
Laporan ini juga ditembuskan kepada Kabid Propam Polda Bali, Kapolri, Kapolda Bali, hingga Kapolresta Denpasar.
"Kami mengadukan penyidik kepolisian Unit 2 dalam melakukan pelayanan terhadap laporan kami, ada hal-hal yang kami anggap keluar dari SOP Aparat Kepolisian," ujar Ipung ke awak media, pada Rabu 22 Januari 2025.
Menurut Ipung, laporan penggelapan SHM dibuat pada 29 Juni 2024. Dalam prosesnya, terlapor belum diperiksa karena kerap menunda panggilan. Setelah panggilan ketiga, terlapor baru hadir. Namun, anehnya penyidik tidak menyita bukti SHM atas nama kliennya dari terlapor.
Penyidik beralasan, penyitaan akan dilakukan bila seluruh saksi diperiksa dan dilaksanakan gelar perkara untuk meningkatkan status laporan dari penyelidikan ke penyidikan. Namun hingga laporan itu naik penyidikan, bukti tersebut juga belum disita.
"Penyidik mengatakan kami tidak bisa langsung menyita, dengan alasan itu dokumen negara harus mengajukan Penetapan Sita Khusus di PN Denpasar, apalagi terlapor punya paman sebagai Hakim di PN Denpasar dan punya paman seorang Anggota Dewan, sehingga harus hati-hati," tuturnya.
Sepengetahuan pengacara yang juga aktivis perlindungan perempuan dan anak ini, dalam Pidana Umum/biasa, tidak perlu mengajukan Penetapan Khusus terlebih dahulu. Sebab, penyidik memiliki kewenangan untuk menahan secara paksa karena hal itu di atur di dalam KUHAP dsn status perkara aquo sudah di tingkat penyidikan.
"Semestinya alat bukti sebagai barang bukti sudah ada di tangan penyidik, tapi tidak dilakukan. Melainkan, malah tetap mengajukan Penetapan Sita Khusus dan hasilnya tidak dikabulkan oleh PN Denpasar yang disampaikan melalui SP2HP pada 9 Januari 2025," ungkapnya.
Sebagai gantinya, yang disita adalah fotocopy SHM yang sudah di legalisir untuk dijadikan alat bukti dalam pemberkasan. Hal itu membuat Ipung bertanya-tanya, apa bedanya dengan fotocopy SHM yang pihaknya pegang saat ini? Mengingat sumbernya sama.
Oknum polisi lantas menjawab bahwa terlapor punya Kuasa Hukum, sehingga aparat tidak bisa sembarangan menyita SHM tersebut. "Jadinya dalam pikiran kami timbul pertanyaan besar, apakah kami ini bukan Kuasa Hukum atau apakah kami dianggap Pengacara B*doh?" tandasnya.
Sehingga Ipung menganggap, oknum penyidik dinilai sudah melanggar SOP dan melanggar Pasal 221 KUHP yaitu melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice).
"Bagaimana jika terhadap barang bukti (SHM) asli dihilangkan? Lalu apa kekuatan fotocopy SHM ini di ruang sidang sebagai alat bukti? Tentu hal ini tidak sesuai dan melanggar Pasal 46 ayat 1 KUHAP," tegasnya.
Ipung mengatakan informasi dari kliennya bahwa sang klien diundang menghadap penyidik pada Sabtu 18 Januari 2025. Pertemuan itu, dikatakan fasilitasi oleh seorang anggota Propam Polresta Denpasar yang tidak diberitahukan namanya.
Anggota Propam itu menyampaikan kepada kliennya untuk menemui penyidik inisial Bripka IGA, tapi dilarang mengajak pengacara. Parahnya, klien itu diberitahu untuk menyerahkan kembali semua SP2HP yang sudah diterima dan disarankan mengeluarkan pengacaranya yang bernama Ipung.
"Katanya Ipung tidak baik dan mempropamkan Penyidik, padahal waktu itu kami belum membuat aduan ke Propam, kalau saya dikeluarkan, oknum anggota propam itu akan membantu berkoordinasi dengan penyidik untuk membantu melanjutkan kasusnya," bebernya.
Sontak, pengacara kondang yang pernah menangani kasus Pembunuhan Angeline tersebut tak habis pikir. Dia merasa oknum penyidik dan anggota propam itu melanggar dan tidak menghormati profesi advokat yang dilindungi secara Undang-Undang yang diatur di dalam UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. R-005