DENPASAR - Fajarbali.com | Linda Fitria Paruntu yang pada sidang sebelumnya divonis 9 bulan penjara, akhirnya menyatakan banding.
Hal ini dibenarkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eddy Artha Wijaya yang ditemui, Kamis (5/11/2020) di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar.
Sebelumnya, dalam sidang, terdakwa Linda yang mengetahui dirinya divonis 9 bulan penjara, melalui kuasa hukumnya Iswahyudi Edy menyatakan pikir-pikir begitu pula dengan jaksa.
Namun setelah beberapa hari mengatakan pikir-pikir, Linda akhir mengajukan upaya hukum banding. "Benar, terdakwa menyatakan banding," kata Eddy Artha.
Karena terdakwa menyatakan banding, Eddy Artha selaku JPU dalam perkara ini yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan juga menyatakan banding.
"Karena terdakwa Banding, maka kami pun mengajukan banding," tegas jaksa Kejati Bali itu. Karena terdakwa mengajukan banding, makan jaksa pun belum bisa melaksanakan putusan pengadilan karena belum memiliki kekuatan hukum tetap.
"Karena kasus ini belum memiliki kekuatan hukum tetap, maka kami tidak bisa melaksanakan putusan pengadilan. Sehingga tidak bisa dilakukan penahanan terhadap terdakwa," sebut jaksa senior ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, Linda Fitria Paruntu oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dinyatakan terbukti bersalah melakukan tidak pidana penghinaan dan dijatuhi hukuman 9 bulan penjara.
Terdakwa dianggap melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Tak hanya itu, wanita asli Sulawesi Utara ini juga diganjar dengan hukuman denda Rp. 3 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 2 bulan.
Seperti diketahui, kasus yang menyeret Linda hingga ke Pengadilan ini berawal dari acara perpisahan SDK Tunas Kasih tempat anak terdakwa dan anak saksi korban sekolah. Korban Simone Chritine Polhutri ditunjuk sebagai panitia perpisahan bersama empat wali murid lainnya.
Setelah digelar rapat, ditentukan perpisahan siswa kelas VI ini akan digelar di Nusa Penida. Setelah acara berjalan, tepatnya pada 14 Mei, terdakwa Linda tiba-tiba komplin kepada panitia perpisahan karena anaknya mengalami luka saat bermain kano.
"Awalnya komplin tersebut disampaikan melalui grup Whatsapp wali murdi kelas VI,” jelas JPU dalam dakwaan.
Selanjutnya, terdakwa Linda yang emosi memposting status yang menuduh korban Simone dengan kata-kata kasar. Dalam postingan tersebut korban Simone disebut monyet.
"Saksi korban dan keluarganya merasa malu dan terhina, karena apa yang dituduhkan oleh terdakwa tidak benar, apalagi menyamakan dengan monyet,” beber JPU. (eli)