Data Sangat Penting Menuju Generasi Bebas Stunting 

IMG-20250605-WA0010
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali, dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, M.For,MARS saat membuka workshop.

Loading

DENPASAR-fajarbali.com | Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN Perwakilan BKKBN Provinsi Bali mengadakan Workshop Verifikasi dan Validasi Data Keluarga Berisiko Stunting (KRS) Tingkat Provinsi, guna memperkuat sistem pendataan keluarga berisiko stunting dengan pendekatan by name by address—yakni pencatatan data individu dan keluarga secara langsung dan rinci. 

Kegiatan yang berlangsung Kamis (5/6), di Denpasar, Bali, ini diikuti perwakilan dari OPD KB kabupaten/kota se-Bali, tenaga lini lapangan (PKB/PLKB/PPPK), mitra kerja lintas sektor, serta petugas lapangan dari Tim Pendamping Keluarga (TPK).

Data tentang stunting menjadi krusial karena digunakan oleh petugas lapangan untuk memastikan KRS yang dituju tepat sasaran, dan juga memastikan setiap keluarga sasaran mendapat intervensi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Terutama dalam pendampingan keluarga yang memiliki balita dan calon pengantin/pasangan usia subur (PUS).

“Kita tidak bisa melakukan pendampingan yang efektif jika data dasarnya tidak valid. Oleh karena itu, kegiatan hari ini menjadi fondasi untuk memastikan seluruh intervensi pencegahan stunting di Bali berjalan tepat sasaran,” tegas Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali, dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, M.For,MARS saat membuka workshop.

Tren Positif, Tapi Kewaspadaan Harus Dijaga 

Berdasarkan hasil verifikasi dan validasi sejak tahun 2021, Provinsi Bali mencatat penurunan signifikan jumlah Keluarga Berisiko Stunting. Pada 2021, tercatat 51,28% keluarga masuk kategori KRS. Angka ini terus menurun menjadi 30,57% di tahun 2022 dan 24,55% pada 2023.

Sementara pada semester I tahun 2024, jumlah KRS mencapai 95.653 keluarga atau 15,09% dari total keluarga sasaran. Angka ini kembali turun pada semester II menjadi 89.103 keluarga atau 13,806%. Penurunan ini menunjukkan hasil nyata dari berbagai upaya lintas sektor di Bali.

Namun demikian, tantangan baru muncul. Prevalensi stunting di Provinsi Bali justru mengalami kenaikan dari 7,2% pada 2023 menjadi 8,7% pada 2024, atau naik sebesar 1,5 poin. Meskipun Bali masih menjadi provinsi dengan angka stunting terendah secara nasional, peningkatan ini menjadi sinyal penting bahwa upaya pencegahan tidak boleh kendor.

BACA JUGA:  Makanan Yang Dibakar Picu Kanker, Pahami Cara Mengantisipasinya

“Trennya memang menggembirakan dari sisi data KRS, tapi naiknya prevalensi stunting tahun lalu memberi kita alarm. Intervensi harus lebih tajam dan data harus lebih presisi. Ini bukan hanya soal angka, tapi masa depan anak-anak Bali,” ungkap dr. Luhde dalam sambutannya.

Peran Strategis TPK dan Integrasi Data

Tim Pendamping Keluarga memiliki peran strategis dalam pelaksanaan lima kegiatan prioritas BKKBN terkait penurunan stunting. Yakni edukasi gizi, pemantauan tumbuh kembang, akses layanan kesehatan, penyediaan air bersih dan sanitasi, serta penguatan ekonomi keluarga.

Untuk menjalankan peran tersebut secara efektif, TPK harus dibekali dengan data yang akurat, mutakhir, dan terverifikasi secara periodik. Oleh karena itu, data dari Pendataan Keluarga 2021 dan Pemutakhiran Pendataan Keluarga 2022 (PPK-22) menjadi dasar dalam pemetaan dan pelaksanaan program.

Langkah Nyata Menuju 2025

Pemerintah Provinsi Bali menargetkan penurunan kembali angka stunting pada tahun 2025. Dengan basis data yang kuat dan intervensi berbasis keluarga, diharapkan prevalensi stunting bisa ditekan secara signifikan.

“Ini bukan kerja satu institusi saja, tapi kerja kolaboratif. Workshop ini bukan sekadar pertemuan teknis, tapi titik tolak untuk menyatukan pemahaman, komitmen, dan aksi nyata,” ujar Ketua Tim Kerja Data dan Informasi Perwakilan BKKBN Provinsi Bali, Putu Eka Aristyani, ST, MM.

Workshop ini menjadi cermin komitmen Bali dalam membangun generasi masa depan yang sehat, cerdas, dan produktif. Dengan peran aktif semua pihak, stunting bukan hanya bisa dicegah, tapi juga dihapus dari peta permasalahan kesehatan di Pulau Dewata. (rel)

Scroll to Top