Dari Angklung Hingga Spirit Pasifik, NIFF 2025 Suguhkan Mosaik Folklor Dunia di Bali

1000351451
Nusantara International Folklore Festival (NIFF) 2025 di Arma Museum berlangsung meriah.
GIANYAR-fajarbali.com | Yayasan Ardhanari Dharma Citta menghadirkan Nusantara International Folklore Festival (NIFF) 2025 di Arma Museum & Resort, Ubud. Festival ini menjadi ruang pertemuan lintas budaya, merayakan keberagaman seni tradisi dunia, dan memperkuat jembatan antarbangsa melalui seni pertunjukan. Tahun ini, NIFF menargetkan 1.000 penonton langsung, dengan keterlibatan 100 partisipan internasional, 200 partisipan nasional, 20 pelaku UKM, dan 30 relawan budaya.
 
Sejak suksesnya Jakarta International Folklore Festival (JIFF) 2019 dengan partisipasi 28 grup dari 8 negara, para penggagas kini melanjutkan semangat itu secara independen lewat NIFF. Tahun ini, NIFF menghadirkan pertunjukan tari dan musik, pawai budaya, pameran, serta workshop seni tradisi bersama maestro internasional.
 
“NIFF bukan sekadar panggung pertunjukan, tetapi ruang perjumpaan di mana tradisi dan inovasi bertemu, dan kisah-kisah budaya dari berbagai bangsa dapat dipahami serta dirayakan bersama,” ujar Festival Director Sita Tyasutami.
 
Artistic Director Maria Darmaningsih, co-founder Indonesian Dance Festival, menegaskan pentingnya merayakan folklor sebagai warisan budaya. “Folklor itu bukan hanya kerakyatan tapi juga keraton. Bahkan ungkapan sehari-hari adalah bagian dari folklor. Itulah yang ingin kami hadirkan,” ujarnya.
 
Maestro tari Didik Nini Thowok, yang dikenal dengan tari topeng lintas tradisi, menyampaikan keterlibatannya lahir dari ikatan persahabatan sekaligus kedekatan spiritual dengan Bali. “Sejak saya belajar topeng dari Bali, Cirebon, dan Malang, saya selalu merasa punya rumah di sini,” katanya.
 
Dukungan juga datang dari pihak tuan rumah, Agung Yudi (ARMA), yang menyebut festival ini sebagai semangat baru bagi Bali. “ARMA adalah museum yang hidup, ruang publik untuk bertemu dan berkarya. Festival ini membuat Bali tetap menjadi sentra seni-budaya yang terhubung dengan dunia," ucapnya.
 
Opening Ceremony pada 25 September 2025 berlangsung meriah, dibuka oleh Wakil Menteri Kebudayaan Indonesia Giring Ganesha. Prosesi pembukaan dilakukan bersama Sita Tyasutami (Festival Director), Agung Rai (Pendiri ARMA), Jasmine Okubo (Festival Curator), dan Budhi Suryanata (Festival Producer).
 
Mereka membunyikan alat musik bambu Marakas, yang kemudian diikuti oleh seluruh penonton yang juga memegang Marakas. Momen ini menjadi simbol keterhubungan dan kebersamaan, sejalan dengan tema festival Global Rhythms, Shared Stories.
 
Hari pertama NIFF 2025 membuka panggung dengan komposisi lintas tradisi yang menggugah. Angklung Orkestra Indonesia dari Jakarta menyalakan suasana dengan harmoni bambu yang riuh, disusul Tarki Nari, kelompok tari asal Jakarta yang menampilkan koreografi energik berakar folklor urban. Nuansa internasional hadir lewat kolaborasi SVCC x Sangamam Global Academy yang memadukan India dan Bali, menghadirkan dialog lintas benua di atas panggung.
 
Dari Jawa Timur, Sanggar Tari Sakratrinata asal Malang membawa warna khas tari daerah, sementara Kerta Art dari Bali memperlihatkan kekuatan seni lokal yang ditafsir ulang secara kontemporer. Kolaborasi unik juga hadir dari NIFF Committee & ARMA, menandai sinergi antara penyelenggara festival dan rumah seni yang menjadi tuan rumah.
 
Nama-nama besar turut mewarnai malam itu. Maestro Didik Nini Thowok dan Maria Darmaningsih tampil dalam duet berkelas, sementara Ni Nyoman Sudewi berpentas bersama musisi Noizekilla, memperlihatkan jembatan antara tari klasik Bali dan ritme kontemporer. Energi kolektif juga terasa lewat Komunitas Perempuan Menari dari Jakarta dan Mitra Tari Hadiprana, yang sama-sama mengusung semangat pemberdayaan dan estetika kerakyatan.
 
Dari Nusa Tenggara, Sanggar Mada Ntana asal Dompu mempersembahkan tarian khas Sumbawa, dilanjutkan dengan Missmala Dance Crew dari Cirebon yang menghadirkan gaya urban dengan akar tradisi. Festival juga membuka ruang bagi jejak global: Billy Chang dari Taiwan menampilkan inovasi artistik bercorak Asia Timur, dan Kōkō Tangiwai dari New Zealand menutup malam dengan performa yang kental dengan spirit Pasifik.
 
Hari pertama NIFF 2025 pun terasa seperti mosaik budaya, di mana setiap penampil bukan hanya menghadirkan pertunjukan, tetapi juga menyulam kisah, identitas, dan semangat perjumpaan lintas bangsa di panggung Ubud.
 
Tokoh-tokoh lain yang turut mendukung festival ini antara lain Prof. I Wayan Dibia, Dr. Ni Nyoman Sudewi, serta kurator Bhisma Wrhaspati dan Eriza Trihapsari, yang bersama-sama membentuk jantung kreatif NIFF 2025.
 
Dengan tema Global Rhythms, Shared Stories, NIFF diharapkan tumbuh menjadi festival tahunan berskala internasional yang merayakan kekayaan seni tradisi Nusantara dalam dialog dengan dunia. (M-001)
Scroll to Top