Kuliah Umum Public Lecture Serier #12, bertema “Menjaga Kearifan Lokal: Peran Pemerintah dan Dukungan Masyarakat”, di kampus Undiksha.
SINGARAJA-fajarbali.com | Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha (FHIS-Undiksha) Singaraja, berkolaborasi dengan Eurasia Fondation, menggelar Kuliah Umum Public Lecture Serier #12, bertema “Menjaga Kearifan Lokal: Peran Pemerintah dan Dukungan Masyarakat”, belum lama ini di kampus Undiksha.
Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI, Sjamsul Hadi, SH., MM., selaku nara sumber, menjelaskan bahwa sebagai negara besar, Indonesia tidak hanya kaya akan sumber daya alamnya, tetapi juga kearifan lokalnya.
Keanekaragaman kearifan lokal tersebut lahir dari bangsa yang majemuk. Kearifan lokal, menurut Sjamsul, lebih merujuk pada pengetahuan, nilai, dan praktik yang dikembangkan oleh suatu komunitas lokal melalui pengalaman panjang dalam berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosial mereka. Ini mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti adat istiadat, tradisi, hukum adat, bahasa, sistem kepercayaan, dan teknologi lokal.
“Kearifan lokal sering kali diwariskan dari generasi ke generasi dan mencerminkan cara hidup yang harmonis dengan alam serta komunitas sekitar,” kata Sjamsul pada kuliah umum yang dipandu Dr. Ni Putu Rai Yuliartini, SH., MH., tersebut.
Ia mengungkapkan, berdasarkan data Kemendikbudristek per Novemeber 2022, sebanyak 11.622 warisan budaya yang dicatat dan 1.728 di antaranya telah ditetapkan. Sedangkan, warisan budaya takbenda Indonesia pada tahun 2023 bertambah sejumlah 213 menjadi 1.941 warisan budaya yang telah ditetapkan.
Adapun contoh kearifan lokal di Indonesia adalah panen ulat sagu di Papua, Rumah adat NTT, tenun di Badui, Ritual adat Penusur Sira di Sumatera Utara, dan masih banyak lagi. Keragaman ini terus dilindungi oleh pemerintah dan masyarakat agar kelestariannya tetap terjaga.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam pemajuan kebudayaan adalah dengan diterbitkannya berbagai peraturan perundang-undangan, salah satunya adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan budaya.
Aturan-aturan yang dibuat tersebut, tidak hanya sebagai upaya perlindungan tetapi juga merupakan bagian dari upaya pengembangan, pemanfaatan, serta pembinaan kepada Masyarakat untuk bersama-sama berkontribusi menjaga ketahanan budaya Indonesia di Tengah peradaban dunia yang semakin berkembang saat ini.
Arah kebijakan budaya di Indonesia saat ini adalah memegang prinsip pengarusutamaan, yaitu kebudayaan bukanlah satu sektor di antara banyak sektor pembangunan, melainkan sebuah metode untuk menyelenggarakan pembangunan.
Selain itu, saat ini pemerintah lebih mengakui peran masyarakat sebagai pemilik dan penggerak kebudayaan nasional. Sedangkan pemerintah berperan sebagai fasilitator: mendorong prakarsa publik, bukan bergerak menciptakan kebudayaan sendiri.
Pemerintah saat ini juga fokus melakukan penguatan ekosistem budaya melalui kebijakan budaya yang ada serta harus didesain dengan memperhatikan kekhasan ekosistem budaya di setiap kawasan dan sektor.
Selain berbagai arah kebijakan tersebut, tindakan utama yang saat ini dilakukan oleh pemerintah adalah meninventarisasi kebudayaan yang ada, pengamanan, pemeliharaan, serta penyelamatan obyek budaya.
Sebagai upaya percepatan pemajuan kebudayaan yang dijalankan secara partisipasif bersama masyarakat adat Indonesia, pemerintah juga membuat Sekolah Lapang Kearifan Local (SLKL).
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperkuat ketahanan pangan dan pelestarian kearifan lokal. Melalui pelatihan, pendampingan, dan pemberdayaan pemuda dalam komunitas adat, SLKL berharap dapat menciptakan masyarakat yang lebih mandiri, berdaya, dan mampu menjaga kelestarian alam serta budayanya.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut, tentu harus didukung oleh seluruh komponen masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya agar kebudayaan yang ada di Indonesia bisa tetap terjaga dan dilestarikan.
Upaya perlindungan dan pelestarian budaya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia.
Kegiatan ini merupakan salah satu capaian Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Undiksha dalam mengembangkan pendidikan berkualitas sebagai poin ke 4 dalam Sustainable Development Goals (SDGs).