AMLAPURA-fajarbali.com | Beredarnya arak fermentasi yang bukan dari berbahan baku tuak membuat petani dan pengerajin arak di Desa Tri Eka Bhuana meradang.
Mereka kalah persaingan harga dimana harga arak berbahan baki tuak jauh lebih mahal,sementara arak fermentasi non bahan tuak dijual lebih mudah. Padahal, pemerintah provinsi Bali yang mengeluarkan Pergub Bali nomor 1 tahun 2020 tentang tata kelola minuman fermentasi dan atau Destilasi khas Bali bertujuan untuk melindungi para petani maupun pengerajin arak.
Salah seorang pengerajin sekaligus pengepul arak tradiosional arak berbahan baku tuak, Gede Angga Tonny Mashita, Minggu (18/4/2021) kemarin, mengatakan, pihaknya sangat khawatir dengan makin banyaknya beredar di pasaran arak berbahan baku non tuak dari kelapa.
Apalagi, sebutnya, arak berbahan baku non tuak kelapa ini dijual lebih murah sehingga arak berbahan baku tuak kelapa makin tersisih.
Baca juga :
Ketua Dekranasda Gianyar Sebut Pentingnya Membangun Kemitraan Antar Kota kerajinan Dunia, Ny Surya Adnyani Jadi Panelis The 2021 International Summer on World Batik City
Dewan Gianyar Sampaikan Rekomendasi LKPJ APBD Gianyar 2020, Dewan Berharap Trus Mengembangkan Inovasi di Masa Sulit
“Masyarakat Desa Tri Eka Buana yang notabanenya sebagian besar adalah masyarakat petani minuman tradisional yg terbuat dari bahan baku tuak kelapa di masa pandemi saat ini menjadi gelisah,”ujar Tonny Mashita.
Tokoh muda Desa Tri Eka Buana ini mengatakan, secara hitung-hitungan bisnis kenapa harga arak berbahan dasar Tuak kelapa lebih mahal, karena memang proses pembutanya lebih alami dan rumit. Untuk mengumpulkan tuak dari kelapa pun, katanya, butuh perjuangan berat. Dari petani tuak, kemudian barulah dilakukan fermentasi sehingga menjadi arak.
“Kebutuhan lebih besar dripada pemasukan, karena persaingan harga minuman tradisional berbahan baku tuak dengan minuman yang tidak tahu asalnya,” ujarnya.
Tonny Mashita juga berharap Gubernur Bali mencarikan solusi keluhan para petani dan pengerajin arak tradisional tidak saja di Desa Tri Eka Buana, namun hal itu dialami oleh para pengerajin arak tradisional di Karangasem. Yang lebih penting, peranan pemerintah baik desa dan daerah agar sama-sama mmberikan solusi terhadap dampak yang dialami masyarakat sekarang.
“Yang perlu digaris bawahi, apa pun kebijakan pemerintah daerah perlu dilaksanakannya sosialisasi di masyarakat agar tidak terjadi multitafsir,” ujarnya lagi. (bud)