DENPASAR-fajarbali.com | Bali, pulau yang identik dengan keindahan dan ketenangan, dikejutkan oleh banjir besar pada 9–10 September 2025. Hujan ekstrem dengan intensitas mencapai 385 mm dalam 24 jam, dipicu fenomena alam Rossby dan Kelvin, membuat air meluap dan merendam pemukiman warga, fasilitas publik, hingga layanan kesehatan.
Banjir yang disebut paling parah dalam 70 tahun terakhir ini meninggalkan luka mendalam bagi ribuan keluarga yang kehilangan rumah, harta benda, bahkan orang tercinta.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali melaporkan sedikitnya 18 orang meninggal dunia akibat hanyut dalam derasnya arus. Sebagian besar korban adalah pedagang Pasar Badung yang terjebak ketika air tiba-tiba meluap, penghuni ruko di kawasan Jl Sulawesi Denpasar, serta pengendara motor yang tak mampu melawan derasnya banjir.
Kehilangan ini menambah duka mendalam bagi masyarakat Bali yang biasanya begitu akrab dengan suasana aman dan tenteram. Di tengah kesedihan itu, Presiden Prabowo Subianto hadir meninjau langsung wilayah terdampak di Kota Denpasar, Sabtu (13/9).
Dengan wajah serius, Presiden menyusuri gang sempit di Banjar Gerenceng yang masih menyisakan lumpur dan reruntuhan. Ia memastikan langkah darurat berjalan sesuai instruksi: bantuan harus segera tersalurkan, warga harus segera mendapat pertolongan, dan keselamatan masyarakat menjadi prioritas utama. "Penanganan bencana harus cepat, tepat, dan menyeluruh," tegasnya.
Tak hanya Presiden, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka juga hadir sehari sebelumnya. Di pos pengungsian Banjar Tohpati dan Banjar Sedana Mertha Ubung, Denpasar, Gibran mencoba menguatkan hati para warga yang masih trauma.
"Bapak dan ibu tenang semua, nanti akan dibantu oleh pemerintah," ucapnya sambil menyalami satu per satu warga. Ia berjanji rumah dan toko yang rusak akan diperbaiki.
Kehadirannya, meski singkat, memberi secercah harapan bahwa pemerintah benar-benar ada di sisi rakyatnya. Namun, di balik perhatian besar itu, dampak banjir juga merambat ke sektor yang sering luput dari sorotan: pelayanan program kependudukan, pembangunan keluarga, dan keluarga berencana (Bangga Kencana).
Sejumlah fasilitas pelayanan kesehatan dan KB di Denpasar lumpuh. RS Wangaya, beberapa praktik bidan mandiri mitra Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN Perwakilan BKKBN Provinsi Bali terendam banjir. Obat-obatan, alat kesehatan, hingga berkas administrasi habis tersapu air.
Para ibu hamil, ibu menyusui, dan akseptor KB pun kesulitan mendapatkan layanan rutin. Kondisi ini berisiko meningkatkan kehamilan tidak diinginkan (KTD) serta menurunkan kualitas kesehatan ibu dan anak apabila kondisi ini tidak tertangani dengan cepat.
Keluarga terdampak banjir juga menghadapi tekanan mental yang berat. Trauma, kehilangan tempat tinggal, harta benda dan beban psikis dan ekonomi lainnya membuat prioritas mereka bergeser pada kebutuhan dasar seperti pangan dan tempat tinggal.
Layanan pembangunan keluarga dan konseling menjadi hal terakhir yang bisa dipikirkan. Kemendukbangga/BKKBN Perwakilan BKKBN Provinsi Bali memiliki Layanan SatyaGatra untuk menyediakan layanan konseling kesehatan anak hingga pendampingan psikologis baik di level provinsi maupun di kabupaten/kota. Masyarakat dapat menghubungi Unit SatyaGatra di wilayah masing-masing untuk mendapatkan layanan konsultasi kesehatan anak dan juga psikologi.
Di sisi lain, kepedulian masyarakat turut hadir menyemai harapan. DPC Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana (IPeKB) Kota Denpasar bersama Forum GenRe (Generasi Berencana) Kota Denpasar bergerak cepat menyalurkan bantuan bagi kader-kader KB yang ikut terdampak.
Bantuan berupa sembako, air bersih, diaper untuk balita, pakaian layak pakai, hingga uang tunai diberikan di beberapa titik, termasuk Desa Ubung Kaja, Kelurahan Dauh Puri, dan Desa Pemecutan Kelod. "Semoga bantuan ini bisa meringankan beban sekaligus menguatkan semangat para kader dan keluarga untuk bangkit kembali," ujar Ketua DPC IPeKB Kota Denpasar, Putu Yunita, S.KM.
Para penerima bantuan, yang sebagian besar adalah kader Bina Keluarga Balita (BKB), Tim Pendamping Keluarga (TPK), dan pendata keluarga, tak kuasa menyembunyikan rasa haru. Mereka yang biasanya menjadi garda terdepan dalam pelayanan keluarga, kini justru menjadi pihak yang membutuhkan uluran tangan. "Kami berterima kasih atas perhatian ini. Semoga semua bisa segera pulih," kata salah satu kader sambil menggendong anaknya.
Di lain pihak, DPC IPeKB Provinsi Bali bersama Perwakilan BKKBN Provinsi Bali juga tengah menggalang donasi untuk membantu para kader, keluarga, dan masyarakat yang terdampak banjir. Gerakan solidaritas ini diharapkan mampu memperluas jangkauan bantuan. Bukan hanya meringankan beban kebutuhan sehari-hari, tetapi juga memulihkan semangat hidup mereka yang kehilangan banyak hal akibat bencana.
Harapannya, setiap uluran tangan dari berbagai pihak dapat menjadi cahaya penguat. Sehingga para korban banjir bisa segera bangkit, menata kembali keluarga mereka, serta melanjutkan peran pentingnya dalam mendukung program kependudukan, pembangunan keluarga, dan keluarga berencana di Bali.
Kisah banjir besar di Bali ini bukan hanya tentang bencana alam. Ia juga tentang kepemimpinan yang hadir di lapangan, tentang rapuhnya layanan dasar ketika diterpa musibah, dan tentang solidaritas yang lahir dari masyarakat untuk saling menguatkan.
Dari gang kecil di Denpasar hingga posko pengungsian, dari gedung pemerintahan hingga rumah kader KB, satu pesan yang jelas bergema: bersama-sama, Bali pasti bisa bangkit kembali.
Penulis : Ni Made Ari Listiani,SS,M.Hum/ Perencana Ahli Madya - Ketua Tim Kerja Humas dan Informasi Publik Kemendukbangga/BKKBN Perwakilan BKKBN Provinsi Bali.