MANGUPURA-fajarbali.com | Direktorat Warisan Budaya Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) RI dan Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia menyelenggarakan konsultasi publik penyusunan zonasi kawasan cagar budaya peringkat nasional Pura Taman Ayun, Mengwi, Badung.
Konsultasi publik yang digelar di Pura Taman Ayun, Mengwi, Badung, Senin (10/11) ini dibuat dalam rangka pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan cagar budaya.
Dimana diskusi itu bertujuan untuk menampung masukan, tanggapan hingga saran dari para pemangku kebijakan lainnya. Selain itu, acara ini juga membahas penetapan rancangan peraturan menteri tentang sistem zonasi kawasan cagar budaya nasional (KCBN) Pura Taman Ayun.
Pada kesempatan itu, Ketua Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia 2024-2028, Marsis Sutopo menjelaskan zonasi terhadap situs dan kawasan cagar budaya merupakan amanat dari UU Cagar Budaya nomor 11 tahun 2010, Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2022 tentang registrasi nasional dan pelestarian cagar budaya, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudyaan Riset dan Reknologi nomor 17 tahun 2024 tentang sistem zonasi cagar budaya.
”Zonasi adalah penentuan batas-batas ke-ruangan situs dan kawasan cagar budaya sesuai kebutuhan yang melalui proses kajian. Itu perlu langkah panjang untuk menentukan batas2 ketuangan dan arahan pemanfaatan ruangnya," kata Marsis.
Marsis melanjutkan, berbagai aspek kajian yang dipakai seperti Arkeologi, Antropologi, geografi, planologi, tata ruang, pariwisata, sosial budaya dan lainnya.
”Pada tahap sekarang ini adalah sosialisasi dan uji publik untuk mendapatkan tanggapan dan masukan dari para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk semakin menyempurnakan hasil zonasi yang disusun," lanjutnya.
Dari kajian zonasi, nanti laporan naskah kajian akademisi yang akan dijadikan sebagai dasar penetapan zonasi situs Pura Taman Ayun. Hal ini sesuai ketentuan pasal 72 ayat 2 undang-undang cagar budaya, maka zonasi Pura Taman Ayun akan dilakukan oleh menteri yang membidangi kebudayaan.
Sementara itu, Pengempon Pura Taman Ayun Ida Cokorda Mengwi XIII menjelaskan, Pura Taman Ayun yang dibangun leluhurnya (Raja Mengwi Pertama) Abad ke-17, memiliki tiga fungsi, yakni Sosio-Religius, Pemersatu dan Ekonomi.
Dari sisi Sosio-Religius, bangunan suci itu mempermudah akses masyarakat untuk bersembahyang ke pura besar di Bali. Misalnya Pura Agung Besakih, Batukaru, Batur dan sebagainya. Sebab, akses kendaraan pada zaman itu sangat sulit. Kecuali orang tertentu yang bisa menaiki kuda.
"Di Taman Ayun ini distanakan Ida Bethara Besakih, Batukaru, Batur dan sebagainya. Langsung dibuatkan stana Beliau. Bukan 'panyawangan'. Sehingga masyarakat cukup sembahyang di sini," jelas Ida Cokorda Mengwi XIII.
Pun demikian dari sisi pemersatu, Pura Taman Ayun dibangun dengan konsep menyatukan seluruh klan yang ada. Sehingga masyarakat menjadi guyub. Terakhir, fungsi ekonomis disimbolkan dengan keberadaan kolam air yang mengaliri ratusan hektare subak/persawahan.
"Saya ingat betul pesan leluhur sejak turun-temurun agar keturunan tidak boleh mengubah apapun di pura ini. Meski kelak punya uang banyak. Kalau rusak, harus direstorasi sesuai aslinya," ungkapnya.
Ida Cokorda menambahkan, lahan Pura Taman Ayun sudah disertifikatkan. Hal ini dilakukan untuk melindungi status Pura Taman Ayun sendiri sebagai warisan budaya dan untuk melindungi eksploitasi dari pihak tak bertanggungjawab.
Lebih lanjut, menurutnya, Pura Taman Ayun telah masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 2012. Pengakuan ini diberikan karena Pura Taman Ayun menjadi bagian dari sistem irigasi tradisional Bali, subak, yang sangat penting bagi masyarakat Bali.
Bupati Badung diwakili Kepala Dinas Kebudayaan I Gde Eka Sudarwitha, mendukung penuh langkah ini karena sejalan dengan Visi Pemkab Badung untuk membangun pariwisata berkualitas berdasarkan Nangun Sat Kertih Loka.
"Kami apresiasi direncanakannya Pura Taman Ayun sebagai Zona Cagar Budaya dalam rencana strategis Kementerian Kebudayaan. Semoga ada satu situs lagi yang direncanakan, misalnya Puri (Mengwi) atau Catus Pata," jelasnya.










