https://www.traditionrolex.com/27 Akibat Beda Keyakinan, Tanah Made Gumara Dikuasai Desa Adat? - FAJAR BALI
 

Akibat Beda Keyakinan, Tanah Made Gumara Dikuasai Desa Adat?

(Last Updated On: 16/05/2019)

MANGUPURA-fajarbali.com | Adanya kasus perusakan rumah milik almarhum I Made Ada alias Pan Rajeg di Desa Baha, Kecamatan Mengwi yang terjadi tahun 1993 kini berbuntut panjang.



Pasalnya tanah dengan nomer pipil 499 dan 410 seluas 2.378 M2 yang jatuh pada ahli waris, I Made Gumara ternyata saat ini telah dikuasai orang lain di luar ahli waris. Ahli waris mengaku tetap membayar pajak hingga tahun 1999 dengan menunjuk Drs. I Nyoman Suyoga untuk melakukan pembayaran atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Anehnya sejak tahun 2000 nama wajib pajak sudah diganti PKD (Pekarangan Desa) Adat Baha dengan SPPT nomer yang sama.

“Di rumah kami dulu yang dirusak dan dibakar sudah berdiri rumah oleh salah satu warga, dan kami mendengar ada dua are yang dijualbelikan. Kami ingin ambil hak yang telah diwariskan kakek nenek kami, untuk kita rawat dan jaga,” jelas Made Gumara menunjukkan lokasi tanah di Desa Baha, kepada beberapa wartawan, Kamis (16/5/2019). 



Made Gumara menuturkan kisah pelik berawal saat dirinya memutuskan untuk berubah keyakinan pada 25 Desember 1985. Setelah menikah tahun 1990 teror berlanjut hingga akhirnya warga yang tidak suka dengan perihal tersebut mulai melakukan teror di akhir tahun 1991 hingga terakhir terjadi aksi perusakan dan pembakaran rumah yang membuat Made Gumara harus angkat kaki dari kampung halamannya sendiri.

Tahun 2002 pipil dengan SPPT 51 03.020.008.001.0162.0 beralih nama dengan wajib pajak PKD Adat Baha. Pria yang berprofesi sebagai guru agama ini juga menuturkan tahun 2006 Desa Adat Baha membentuk tim 9 untuk mengurus tanah kebun tersebut hingga ia mendengar kabar tanah sudah dibagi menjadi tiga. “Pada tahun 2016 tanah kami sudah dibagi menjadi tiga bagian. Delapan are untuk bapak I Made Ceter dan dua are untuj Banjar Bedil karena berhasil memperjuangkan sebagai hibah dari 10 are. Dua are sudah diju dan sisanya milik Desa Adat Baha,” jelas Made Gumara.

Perbekel Desa Baha, Wayan Rusih saat dikonfirmasi mengatakan tidak berani menanggapi terlaku banyak kasus yang disampaikan Made Gumara. Namun ia membenarkan ada informasi yang menyatakan tanah yang dimaksud sudah menjadi milik desa (duen desa) atau karang desa. Karena baru menjabat sebagai perbekel sejak 31 Desember 2018, ia sempat menyampaikan terkait adanya  awig-awig desa yang menyatakan tanah waris yang pernah ditempati Made Gumara adalah tanah ayahan desa. Saat ditanya mengapa tanah tersebut bisa dikatakan tanah ayahan desa, Perbekel Wayan Rusih tidak bisa menjawab karena Made Gumara diketahui memiliki bukti pipil atas kepemilikan lahan yang dimaksud sebagai waris.



“Saya tidak berani bilang benar dan salah, karena duen adat sekarang. Karena sekarang sudah menjadi hak guna pakai, ia kembali menanyakan langkah apa yang akan dilakukan ahli waris untuk menyelesaikan permasalan ini,” ucapnya lanjut menjelaskan akan membuka ruang komunikasi antara ahli waris dengan pihak desa adat.

“Sekarang ada warga yang tinggal di tanah tersebut sebaga ayah dicari melalui lelintihan, silsilah sanggah gede. Berbicara hak milik kita harus parumkan di desa adat dan kita akan undang mereka (Made Gumara, red).” tegasnya.



Dalam kesempatan yang sama Bendesa Adat Baha, I Made Ngastawa awalnya juga mengatakan tidak tahu duduk persoalan mengapa pipil yang menunjukkan kepemilikan almarhum Pan Rajeg bisa dikuasai secara pribadi oleh salah satu warganya termasuk menjadi milik tanah ayahan Desa Adat Baha. Setelah terungkap, ia mengenal cukup baik Made Gumara, bendesa dua periode ini akhirnya membenarkan tanah yang dimaksud sudah menjadi karang ayahan desa karena Made Gumara sudah dinilai tidak bisa lagi memberikan ayah-ayahan desa sehingga paruman desa memutuskan tanah tersebut kembali menjadi kewenangan Desa Adat Baha.

Karena di klaim sebagai karang ayahan desa Made Ngastawa juga tidak bisa memastikan pernyataannya benar karena hanya berpaku pada informasi awig-awig desa dan paruman desa adat sebelum ia menjabat. Ditanya mengapa tanah yang dimaksud milik desa adat sementara ahli waris memiliki pipil. “Saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini sebelum ada rapat di desa melibatkan 437 KK,” kelitnya. Lanjut ditanya apakah tanah milik desa adat bisa dijual karena ada informasi dari ahli waris. “Tidak boleh dijual belikan,” jawabnya dan mengaku baru mengetahui informasi ini.  (W-005/Fajar Bali)



 Save as PDF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Miliki Kantong Budaya Merata di Setiap Kecamatan, Gianyar Masuk Nominasi Penerima Anugerah Kebudayaan

Kam Mei 16 , 2019
Dibaca: 45 (Last Updated On: 16/05/2019)GIANYAR-fajarbali.com | Kabupaten Gianyar sebagai pusat kebudayaan di Bali, memiliki sederet prestasi di tingkat dunia di bidang kebudayaan. Identitas citra dan reputasi Gianyar sebagai bumi seni, kota pusaka dan kota kerajinan telah diakui masyarakat dunia.  Save as PDF

Berita Lainnya