solia
General Manager Solia Legian Bali Hotel, Dewa Putu Makapagal saat menjadi pembicara dalam ‘Sharing Knowledge’ BPC IHKA Legian.

Ajak Member Mengatasi Konflik di Industri Housekeeping, BPC IHKA Legian Gelar ‘Sharing Knowledge’ di Solia Legian Bali Hotel

MANGUPURA-fajarbali.com | Dalam upaya membangun jaringan, pengembangan soft skill hingga mengelola konflik dalam berkerja, Badan Pimpinan Cabang (BPC) Indonesian Housekeepers Association (IHKA) Legian menggelar Meet & Greet “Sharing Knowledge” di Soley Bar, Solia Legian Bali Hotel, Sabtu (18/1/2025) malam. Kegiatan yang diikuti oleh 150 peserta dari 50 properti member IHKA Legian menghadirkan narasumber General Manager Solia Legian Bali Hotel, Dewa Putu Makapagal dan Owner PT Solusi Linen Nusantara, Yolanda Nagawidjaja.

Wakil Ketua BPC IHKA Legian, I Gusti Agung Bayu Kristana menjelaskan, mengawali tahun 2025, BPC IHKA Legian menggelar Meet & Greet “Sharing Knowledge” dengan tujuan untuk menjalin silaturahmi antar member IHKA Legian maupun para leaders housekeeping khususnya di wilayah Legian. Selain itu acara ini sekaligus untuk bertukar informasi antar sesama member dan menambah wawasan.

“Kegiatan sharing seperti ini merupakan agenda rutin yang kita lakukan 2 hingga 3 kali dalam setahun yang diikuti sekitar 50 properti yang ada di wilayah Legian. Dalam kegiatan ini, kami mengangkat permasalahan bagaimana mengatasi dan mengelola konflik yang sering terjadi di properti mereka masing-masing khususnya di level head. Jadi kita mencoba memberikan pemahaman kepada peserta untuk lebih mampu mengelola konflik tersebut dan pada akhirnya mendapatkan solusi dari masalah itu,” ungkapnya.

Bayu Kristana menambahkan, konflik dalam pekerjaan khususnya di industri housekeeping biasanya disebabkan oleh perbedaan pendapat, perbedaan pendirian, perbedaan tujuan, kesalahpahaman, kegagalan komunikasi serta persaingan dalam hal tertentu. Persepi individu dalam memengaruhi komunikasi interpersonal memerlukan pengelolaannya sehingga kecil kemungkinan untuk terjadinya konflik.

“Pengelolaan konflik dalam merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya bagi satu orang saja, namun semua pihak yang ikut berkomunikasi. Setiap individu pastinya memiliki tujuan dalam komunikasi yang sedang dilakukan dengan orang lain. Maka dari itu, sepatutnya untuk bertanggung jawab menjaga komunikasi yang baik tanpa menimbulkan konflik. Pengelolaan konflik diperlukan agar komunikasi yang berjalan bisa efektif dan tujuan komunikasi tercapai,” ujarnya.

Sementara itu, Pembicara sekaligus General Manager Solia Legian Bali Hotel, Dewa Putu Makapagal memaparkan, membangun jaringan hingga mengelola konflik itu lebih banyak diperlukan soft skill. Sebab, kalau di sekolah akan lebih banyak dibekali dengan pengembangan hard skill yang lebih fokus pada pencapaian prestasi, angka-angka atau indek prestasi.

“Berbeda kalau bicara tentang membangun hubungan, mengelola konflik hingga mengambil keputusan, maka akan lebih banyak bicara keahlian yang tidak kelihatan atau soft skill atau ilmu sosial. Contohnya, bagaimana membangun hubungan yang efektif dengan atasan, bisa mengetahui prioritas atasan, dan bagaimana bisa mengeksekusi target-target yang diberikan atasan tepat waktu dan tercapai. Termasuk pula cara untuk mengetahui style dan leadership atasan. Hal-hal tersebut hanya bisa didapatkan dari pengalaman personal,” jelasnya.

Dewa Putu Makapagal menyebutkan, dalam dunia hospitality, konflik adalah hal yang tak terhindarkan. Ketika individu dengan latar belakang, pandangan, dan kepribadian yang berbeda bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama, gesekan sering kali muncul. Namun, konflik bukanlah sesuatu yang selalu negatif. Dengan pengelolaan yang tepat, konflik dapat menjadi katalis untuk perubahan, inovasi, dan pertumbuhan.

“Salah satu elemen paling krusial dalam mengelola konflik adalah kemampuan untuk mengelola ego dan emosi. Keduanya sering kali menjadi akar dari banyak permasalahan dalam organisasi. Ego yang terlalu besar dapat menghalangi individu untuk melihat sudut pandang orang lain, sementara emosi yang tidak terkendali dapat memperburuk situasi dan merusak hubungan antar anggota tim. Untuk mengatasi hal ini, penting bagi setiap individu dalam organisasi untuk mengadopsi sikap rendah hati. Rendah hati bukan berarti mengabaikan keahlian atau kontribusi seseorang, tetapi lebih kepada kesediaan untuk mendengarkan, belajar, dan mengakui bahwa setiap orang memiliki sesuatu yang berharga untuk disumbangkan,” terangnya.

Dewa Putu Makapagal menegaskan, selain pengelolaan ego dan emosi, komunikasi yang efektif juga memegang peranan penting dalam mencapai konsensus. Sering kali, konflik terjadi bukan karena perbedaan pendapat itu sendiri, tetapi karena cara penyampaian pendapat yang kurang tepat. “Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan salah paham, memperbesar perbedaan, dan memperburuk konflik. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu dalam organisasi untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang baik. Salah satu aspek penting dari komunikasi yang efektif adalah mendengarkan dengan empati. Mendengarkan dengan empati berarti berusaha memahami sudut pandang orang lain tanpa menghakimi atau menyela. Dengan cara ini, setiap pihak merasa dihargai dan didengar, yang pada akhirnya memudahkan tercapainya kesepakatan,” pungkasnya. (M-001)

Scroll to Top