MANGUPURA-fajarbali.com | Sebanyak dua belas universitas dari Indonesia dan Timor-Leste menorehkan sejarah baru dalam kerja sama akademik regional dengan menandatangani Memorandum of Agreement (MoA) pembentukan Lesser Sunda Seascape (LSS) Science Hub – University Partnership Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) di Bali. Kesepakatan ini menjadi tonggak penting sinergi lintas batas untuk memperkuat konservasi laut yang didukung ilmu pengetahuan.
Bentang Laut Sunda Kecil (LSS) merupakan wilayah strategis yang termasuk dalam Segitiga Terumbu Karang Dunia (Coral Triangle), mencakup perairan Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, hingga sebagian Laut Banda. Kawasan ini dikenal memiliki keanekaragaman hayati laut yang luar biasa, namun juga sangat rentan terhadap perubahan iklim dan aktivitas manusia. Pembentukan Science Hub diharapkan mampu menjadi solusi berbasis riset.
Executive Director CTI-CFF Regional Secretariat, Dr. Frank Keith Griffin, menyambut baik inisiatif ini, menyebutnya sebagai langkah strategis untuk menyatukan akademisi, pemerintah, dan mitra pembangunan dalam satu platform kolaboratif. Ia menekankan bahwa Science Hub ini akan mendorong riset lintas batas yang esensial untuk pengelolaan laut berbasis sains.
Ruang lingkup kerja sama yang disepakati dalam MoA mencakup kolaborasi riset di bidang kelautan dan perikanan, publikasi bersama jurnal ilmiah, dan pengembangan kapasitas bagi para akademisi. Fokus utamanya adalah konservasi terumbu karang, pengelolaan perikanan berkelanjutan, dan perlindungan spesies laut bermigrasi.
Dua belas universitas yang berkomitmen dalam kemitraan ini terdiri dari sepuluh kampus Indonesia, termasuk Universitas Nusa Cendana, Universitas Udayana, dan Universitas Pattimura serta dua universitas dari Timor-Leste, yakni Universidade Nacional Timor Lorosa’e (UNTL) dan Universidade Oriental Timor-Lorosa’e (UNITAL).
Science Hub ini bertujuan menjadi wadah ilmiah yang tidak hanya fokus pada penelitian dan inovasi, tetapi juga bertindak sebagai penghubung dalam pertukaran pengetahuan lintas negara. Hasil-hasil riset diharapkan mampu bertransformasi menjadi rekomendasi kebijakan yang konkret dan aplikatif, mendukung pembangunan ekonomi biru dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Penandatanganan MoA ini merupakan bagian dari rangkaian International Seminar on SDG 14 “Life Below Water”, sebuah forum penting yang mempertemukan enam negara anggota CTI-CFF (Indonesia, Malaysia, Filipina, Timor-Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon) untuk memperkuat komitmen implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.
Selain MoA, para pihak juga menyepakati penyusunan Rencana Kerja Bersama periode 2026–2030 yang akan mendukung implementasi Regional Plan of Action (RPOA) 2.0 CTI-CFF. Rencana ini menempatkan LSS Science Hub pada peran strategis dalam penguatan data ilmiah dan pengembangan riset multidisiplin adaptif terhadap perubahan iklim.
Inisiatif ini sendiri merupakan bagian dari proyek Solutions for Marine and Coastal Resilience in the Coral Triangle (SOMACORE) yang didukung International Climate Initiative (IKI), sebuah kolaborasi besar antara CTI-CFF Regional Secretariat, GIZ, Conservation International (CI), dan Konservasi Indonesia (KI). Proyek ini bertujuan memperkuat ketahanan ekosistem laut dan pesisir.
Koordinator University Partnership CTI-CFF, Prof. Grevo Gerung, menegaskan bahwa Science Hub ini adalah kelanjutan dari program kemitraan yang telah dirintis sejak 2017. "Tujuan utamanya adalah menjadikan universitas sebagai motor penggerak konservasi laut dan ketahanan pangan, memastikan ilmu pengetahuan tidak berhenti di laboratorium, tetapi menjadi dasar tindakan nyata di lapangan," pungkasnya. (M-001)










