Seberapa Penting Peran Jurnalis saat Terjadi Bencana? Ini Ulasannya!

IMG-20251005-WA0004
Puluhan awak media/jurnalis di Bali mengikuti Pelatihan Peningkatan Kapasitas Jurnalis Peliputan Bencana Alam di Quest Hotel San Denpasar, Sabtu (4/10/2025).

DENPASAR-fajarbali.com | Puluhan awak media/jurnalis di Bali mengikuti Pelatihan Peningkatan Kapasitas Jurnalis Peliputan Bencana Alam di Quest Hotel San Denpasar, Sabtu (4/10).

Pelatihan yang diinisiasi Jawa Pos TV Bali- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menghadirkan narasumber Kadis Lingkungan Hidup Provinsi Bali Made Rentin, Kadek Setiya Wati dari Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, Putu Eka Tulistiawan (Stasiun Meteorologi Ngurah Rai Bali), I Made Dwi Wiratmaja (Stasiun Klimatologi Bali), dan Ni Luh Desi Purnami (Stasiun Geofisika Denpasar).

Direktur Jawa Pos TV Bali Ibnu Yunianto, mengatakan tujuan pelatihan ini, guna mendorong Jurnalisme Solutif. Contohnya, ketika ada bencana (alam), jurnalis tak hanya membeberkan bencananya saja, tapi juga menyajikan informasi yang penting bagi korban terdampak bencana. Sekaligus, bagi regulator atau masyarakat yang ingin memberi bantuan atau solusi atas bencana tersebut.

Made Rentin menjelaskan seiring Peraturan Gubernur (Pergup) Bali 47/2019 soal Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber, idealnya masalah bisa tuntas di rumah tangga dan tingkat desa. Sehingga, seluruh sampah organik tidak ada keluar rumah.

’’Sebab, bisa diatasi dengan teba modern, lubang kedalaman 1,5 sampai 2 meter, khusus menampung sampah organik di halaman menjadi pupuk untuk menyuburkan,’’ paparnya. Rentin juga menjelaskan akan membangun Krisis Center Sampah.

Sementara itu Kadek Setiya Wati menjelaskan tugas BMKG melakukan pemantauaan untuk mendukung keselamatan jiwa dan raga. ’’Hal mendasar yang harus media paham adalah istilah cuaca dan iklim. Jadi cuaca mengacu pada kondisi di sekitar kita sehari-hari yang lebih spesifik, seperti cerah hujan dan lain-lain,’’ paparnya.

Sedangkan iklim didefinisikan, rata-rata cuaca dalam jangka waktu yang panjang. ’’Cuaca itu berubah, seperti perempuan, sesuai mood-nya. Kalau iklim, seperti lelaki. Pola stabil,’’ guraunya disambut tawa peserta dan hadirin. Juga dicontohkan, cuaca ekstrem (cuek), dijelaskan sebagai fenomena alam. Di mana, terjadi kondisi tidak lazim. Sehingga, dapat menimbulkan ancaman.

BACA JUGA:  Bersama Lima Ormas, Flobamora Tabanan Gelar Baksos di Tanah Lot

Kemudian peserta diajak membedakan puting beliung dengan angin kencang. ’’Angin kencang sudah masuk cuaca ekstrem, 45 kilometer per jam. Kalau puting beliung itu, ada pusaran dari dasar awan cumulonimbus,’’ jelasnya.

Ditambahkan, terkait banjir bandang di Bali, pada Rabu lalu (10/9), disebut karena ada faktor gelombang atmosfer aktif. Yaitu, gelombang rosby disebabkan topografi atau pemanasan sinar matahari.

Sedangkan Putu Eka memaparkan tugasnya di Bandara Ngurah Rai, yakni dengan konsep observasi metereologi ideal di bandara. Ada alat sudah komplit di Bandara I Gusti Ngurah Rai. ’’Ada pengamatan darat dan lain-lain, termasuk alat mengetahui arah dan kecepatan angin,’’ urainya.

Mewakili Gubernur, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalaksa BPBD) Bali I Gede Agung Teja Bhusana Yadnya saat membuka pelatihan mengatakan penyebab banjir bandang beberapa hari lalu di Bali, ditegaskan tidak ada bencana penyebabnya tunggal. Jadi ada berbagai faktor. Kuncinya, ada kerentanan bertemu ancaman.

’’Oleh karena itu, kerentanan bertemu ancaman hujan 150 mm per hari sudah ekstrem. Tapi, hari itu (Selasa, 9/9 dan Rabu, 10/9) mencapai 390 mm, dua kali ekstrem dan ancaman kedua gelombang pasang 2 meter lebih. Sehingga, aliran sungai ke laut terhambat gelombang pasang,’’ ujarnya mengenai salah satu penyebab banjir bandang tersebut.

Dwi Wiratmaja menjelaskan tentang iklim di Bali. Diuraikan, total ada 118 titik pengamatan hujan di seluruh Bali. Ada yang mengirimkan data hujan tiap 10 hari, lantas kirimkan data sampai pelosok Nusa Penida, Klungkung. Juga terkait cuaca, iklim, curah hujan, sifat hujan, dasarian, el nino, dan la nina. ’’Normal hujan, nilai rata-rata hujan 30 tahun. Ada 20 zona musim di Bali, dari tahun 1991-2020,’’ bebernya.

BACA JUGA:  Kemendukbangga/BKKBN Perkuat Kampung KB di Bangli, Dukung Realisasi "Quick Wins"

Curah hujan January-Februari tinggi, dan naik lagi November- Desember. Artinya, fluktuatif, musim kemarau di pertengahan tahun, Juni sampai September. ’’Musim hujan Oktober- Desember sampai Februari. Jadi, pertengahan tahun musim kemarau,’’ jelasnya. 

Desi Purnami menguraikan tentang gempa dan tsunami. Menurutnya empa bumi tidak menunggu waktu, kalau sudah waktu, maka akan terjadi. Diumpamakan, ketika memanaskan air, maka air berputar. Ini terjadi arus konveksi. Begitu juga dengan di atas inti bumi, ada mantel, sifatnya seperti kayak aspal.

Desi menambahkan gempa bumi itu terjadi sehari minimal 10 gempa, tapi tidak semua dirasakan semakin kecil magnitudo semakin sering terjadi semakin besar semakin jarang. 

Scroll to Top