TABANAN-fajarbali.com | Desa Gunung Salak, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan dikenal dengan pesona spiritual Pura Bunut Sakti serta panorama alamnya yang hijau, kini bersiap menyapa lebih banyak wisatawan dengan wajah baru: Desa Wisata Spiritual dan Ekowisata Berbasis Keselamatan, Kesehatan, dan Keamanan (K3).
Selama ini, Gunung Salak memiliki daya tarik unik yang jarang ditemukan di tempat lain. Pura Bunut Sakti diyakini masyarakat sebagai pusat spiritual yang sakral, menjadi tujuan sembahyang sekaligus tempat menenangkan diri.
Di sisi lain, suasana pedesaan yang masih alami menawarkan udara segar, hamparan sawah, serta jalur trekking yang menggoda pecinta alam. Namun, sebagaimana banyak desa wisata lain, tantangan yang dihadapi tidak ringan: keterbatasan promosi, minimnya fasilitas pendukung, serta kesadaran wisata berkelanjutan yang belum merata.
Melihat potensi besar ini, Desa Gunung Salak bersama berbagai pihak mulai melakukan langkah revitalisasi. Penataan fasilitas wisata dilakukan dengan memperhatikan aspek K3 agar wisatawan merasa aman dan nyaman.
Salah satu langkah nyata adalah pemasangan plang penunjuk arah menuju sumber mata air, plang keselamatan, serta display nama sumber mata air yang menjadi daya tarik desa.
Selain itu, telah dibuatkan pula plang nama Pura Bunut Sakti sehingga wisatawan lebih mudah mengenali pusat spiritual desa ini. Upaya-upaya tersebut tidak hanya membantu wisatawan menemukan lokasi-lokasi penting dengan mudah, tetapi juga memastikan keamanan serta memberi edukasi tentang makna kesakralan sumber daya alam bagi masyarakat setempat.
Sumber mata air yang berada di kawasan Gunung Salak jumlahnya tidak sedikit. Setidaknya terdapat 12 mata air utama yang kini mulai diberi identitas jelas, yakni: Mata Air Mumbul, Keris, Sidhi Mala, Kelepud, Pasupati, Beji Sari, Memedi, Arjuna, Bidadari, Gemelem, Tista, dan Manunggal.
Seluruh mata air ini tidak hanya memiliki nilai sakral, namun juga menciptakan sebuah sistem spiritual yang menyatu dengan ekosistem alam dan tradisi desa.
Bagi masyarakat setempat, mata air adalah simbol kesucian sekaligus sumber kehidupan. Ritual melukat atau penyucian diri kerap dilakukan di titik-titik tertentu yang diyakini memiliki energi spiritual tinggi.
Tidak sedikit pula wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang untuk melakukan yoga, meditasi, hingga retret spiritual di sekitar kawasan ini. Fenomena ini sejalan dengan tren pariwisata spiritual dan wellness tourism yang kian meningkat di Bali, menjadikan Gunung Salak sebagai salah satu alternatif baru selain destinasi populer di Ubud atau Tirta Empul.
Program revitalisasi ini merupakan bagian dari Program Kemitraan Masyarakat (PKM) yang dilaksanakan oleh akademisi Universitas Triatma Mulya, Dr. Ni Ketut Dewi Irwanti, S.Psi., M.Erg, Ida Ayu Anggreni Suryaningsih, S.Par., M.Par, Desak Made Purnama Dewi, SST.Par.,M.Par, dengan dukungan pendanaan dari Kemendiktisaintek.
Kolaborasi ini membuktikan bahwa sinergi antara perguruan tinggi, pemerintah desa, dan masyarakat dapat menghadirkan solusi nyata dalam pengembangan desa wisata.
Dukungan penuh juga datang dari Perbekel Desa Gunung Salak, I Wayan Wija, yang menegaskan bahwa pariwisata harus menjadi penggerak ekonomi sekaligus sarana pelestarian budaya desa.
“Kami berkomitmen menjadikan Gunung Salak bukan hanya tujuan wisata, tetapi juga ruang bagi masyarakat untuk berkembang,” ujar Wija.
Hal senada disampaikan Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gunung Salak, I Made Artaya, SH., M.Si, yang menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam setiap program.
“Pokdarwis adalah ujung tombak. Dengan pelatihan dan pendampingan, kami yakin masyarakat mampu mengelola wisata desa secara profesional tanpa kehilangan jati diri,” kata Artaya.
Selain penataan fasilitas, masyarakat juga mendapat pelatihan promosi digital. Generasi muda desa diajak aktif mengelola konten media sosial, membuat spot foto menarik, hingga memanfaatkan platform digital untuk memperkenalkan potensi desa. Dengan cara ini, wisata Desa Gunung Salak diharapkan lebih dikenal luas, bukan hanya di Tabanan tetapi juga di luar Bali.
Tidak berhenti di sana, pemberdayaan ekonomi lokal juga ikut didorong. Produk UMKM desa, seperti jajanan tradisional, olahan hasil pertanian, hingga kerajinan tangan, mulai dikembangkan sebagai suvenir khas. Hadirnya wisatawan tidak hanya memberi dampak pada sektor pariwisata, tetapi juga menambah nilai ekonomi langsung bagi masyarakat.
Hasil awal dari upaya revitalisasi ini mulai terlihat nyata. Jalur wisata kini lebih rapi dan aman, plang penunjuk arah, plang keselamatan, dan plang nama Pura Bunut Sakti telah terpasang, media sosial desa semakin aktif, dan kunjungan wisatawan menunjukkan peningkatan.
Masyarakat pun merasa lebih percaya diri karena terlibat langsung dalam pengelolaan wisata desanya.
Desa Gunung Salak ingin menegaskan dirinya bukan sekadar destinasi, melainkan ruang belajar bersama tentang harmoni manusia, alam, dan spiritualitas. Dengan sentuhan keselamatan dan kesehatan kerja, wisata di sini tidak hanya indah dipandang tetapi juga memberi rasa aman.
Ke depan, masyarakat berharap dukungan pemerintah, perguruan tinggi, dan wisatawan terus mengalir agar Gunung Salak semakin kokoh sebagai destinasi wisata unggulan. Jadi, jika Anda ingin merasakan pengalaman spiritual sekaligus keindahan alam yang masih asri, Gunung Salak adalah jawabannya.