DENPASAR-fajarbali.com | Rektor Institut Teknologi dan Kesehatan (ITEKES) Bali I Gede Putu Darma Suyasa, SKp., M.Ng., Ph.D., merasa terhormat sekaligus bangga dipilih sebagai lokasi penyelenggaraan "Sosialisasi Akreditasi Perguruan Tinggi Terkait IAPT 4.0 dan Penggunaan Aplikasi SAPTO 2.0".
Kegiatan yang berlangsung Selasa (8/7/2025) di Convention Hall ITEKES Bali, Jl. Tukad Balian 108, Denpasar, diinisiasi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) VIII Bali-NTB. Namun sosialisasi ini juga diikuti oleh pengelola perguruan tinggi di wilayah NTT (LLDikti XV) bahkan Jawa Timur (LLDikti VII).
Narasumber yang hadir pun terdiri dari lima profesor dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), yakni Prof. Ari Purbayanto, Ph.D, selaku Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT, Prof. Tjokorde Walmiki Samadhi, Ph.D., Prof. H. Johni Najwan, SH., MH., Ph.D., Prof. Agus Setyo Muntoar, ST., M.Eng. Sc., Ph.D., Prof. Dr. Slamet Wahyudi, ST., MT., dipandu Fiftin Noviyanto.
Masing-masing narasumber memaparkan secara detail terkait Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi (IAPT) Versi 4.0 dan Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi Online (SAPTO) 2.0.
Rektor ITEKES Bali mengaku banyak belajar hal-hal baru dari seluruh narasumber, apalagi saat ini ITEKES Bali telah menyandang Akreditasi Institusi Peringkat Unggul yang secara tidak menuntut perbaikan tata kelola perguruan tinggi.
"Akreditasi Unggul ini mengharuskan kami tidak boleh ada penurunan kualitas. Meski Unggul, juga tetap ada satu dua sisi yang perlu penguatan, bukan karena kelemahan tapi dinamika. Seperti perubahan regulasi yang kita harus kita ikuti, hasil audit dan monitoring evaluasi," jelas Darma Suyasa.
"Jadi kegiatan sosialisasi ini sejalan dengan visi kami yang tidak main-main dengan kualitas. Kualitas nomor satu dibarengi dengan misi taat aturan," imbuhnya.
Kepala LLDikti VIII Dr. Ir. I Gusti Lanang Bagus Eratodi, S.T., M.T., IPU, ASEAN.Eng. APEC.Eng., mengatakan, sosialisasi ini juga sebagai upaya memotivasi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) untuk meningkatkan akreditasinya.
Sebab, menurut Bagus Eratodi, dari 104 PTS di wilayah Bali-NTB, baru 5 PTS yang terakreditasi Unggul, Baik Sekali 26 PTS dan sisanya, 71 PTS menyandang Akreditasi Baik alias C. Secara legalitas, sluruh PTS di Bali-NTB aman. Data ini dikutip per Mei 2025.
Bagus Eratodi berpandangan, dengan sistem yang semakin mudah, tidak ada alasan apapun bagi pengelola PTS untuk tidak bergerak menuju perbaikan akreditasi. Sebab, pihaknya telah rutin melakukan pelatihan dan pendampingan bahkan mulai tingkat program studi (prodi).
"Tidak ada alasan apapun. Mau dibilang server alasan gangguan internet itu sudah gak logis. Orang kita dampingi rutin kok," tegasnya.
Ia berharap banyak seiring seiring revisi Permendikbudristek 53/2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, penerapan IAPT 4.0 dan SAPTO 2.0 ini, semakin banyak lagi PTS di LLdikti VIII yang meraih akreditasi Unggul.
Jika berkaca dari tren, progresnya tergolong positif. Tahun 2023, belum ada PTS di wilayah kerjanya yang terakreditasi Unggul. Namun setahun kemudian langsung 3 PTS, disusul 2 PTS tahun ini dari bidang Pariwisata dan Kesehatan.
Bagus Eratodi mengingatkankan bahwa, masyarakat menanti tanggung jawab pengelola perguruan tinggi. Satu-satunya cara menjawab tuntutan itu hanya dengan jaminan kualitas.
Bagus Eratodi mengaku, dengan sistem yang baru ini, pihaknya bisa lebih mudah memantau pemetaan mutu perguruan tinggi juga mengetahui kapan waktu kadaluarsa (akreditasi) sehingga dengan cepat dilakukan pendampingan.
Sementara itu, Ari Purbayanto menegaskan, setiap sitem baru yang dirancang tentu lebih adaptif, lebih mudah dan efesien karena merupakan hasil penyempurnaan dari sistem-sistem sebelumnya, pun demikian dengan IAPT 4.0 dan SAPTO 2.0.
"Sistem baru ini bisa dikerjakan secara offline dan online. Bisa rame-rame, lebih transparan, bisa dicicil juga. Misalnya dalam soal re-akreditasi, bisa dicicil pelan-pelan yang dalam aturan diharuskan 9 bulan menjelang kadaluarsa harus selesai," jelas Prof. Ari.
Selain itu, masih kata Prof. Ari, sistem baru berdasarkan Permendikbudristek 53/2023 ini, esensinya menuntut kreativitas masing-masing rektor perguruan tinggi. Sebab, sistemnya terpisah yang penting sebuah perguruan tinggi statusnya terakreditasi.
"Jadi rektor harus cerdas dan berani. Kalau mau sekadar terakreditasi ya sudah ikuti yang standar. Kalau mau unggul, silakan ikuti instrumen unggul. Jadi ini kembali ke tangan rektor maunya apa. Tapi ingat ya, akreditasi unggul itu merupakan branding yang sangat penting," tegas Prof. Ari, sembari menyarankan rektor jangan hanya mengandalkan sepenuhnya kepada tenaga kependidikan.