Foto: NIHIL-Kampanye Percepatan Penurunan Stunting, di Pucaksari, Busungbiu, Buleleng, Minggu (30/7). Di desa itu nihil kasus stunting.
SINGARAJA - sandybrown-gazelle-543782.hostingersite.com | Desa Pucaksari, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, menjadi salah satu desa di Bali yang nihil prevalensi stunting.
Hal ini dikatakan Perbekel Pucaksari Ketut Maliani, di sela Kampanye Percepatan Penurunan Stunting, di desanya, Minggu (30/7/2023). Kegiatan ini adalah Program Kemitraan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan Komisi IX DPR RI.
Maliani menambahkan, di wilayahnya terdapat enam Posyandu. Tetapi ada sejumlah kendala berupa keterbatasan alat, seperti antropromentri dan APE (alat peraga edukasi) untuk mendukung posyandu.
"Percepatan penurunan stunting telah dilakukan dengan maksimal dan teecatat keluarga berisiko stunting di Desa Pucaksari tidak ada," tegasnya.
Kepala Dinas Kesehatan, mewakili Pj Bupati Buleleng, dr. Sucipto, menambahkan, permasalaham stunting merupakan prioritas nasional dan menargetkan stunting menjadi 14 persen secara nasional pada tahun 2024.
Pihaknya sangat mengapresiasi Desa Pucaksari yang berhasil menekan angka stunting hingga nol persen. "Kami berharap Desa Pucaksari menjadi contoh bagi seluruh desa lain untuk bisa meningkatkan komitmennya dalam percepatan penurunan stunting," harapnya.
Percepatan penurunan stunting, lanjut Sucipto, memiliki 5 pilar yang bisa menjadi pedoman. Yang banyak menghambat adalah masyarakat yang masih bersikap tak acuh atas stunting sehingga KIE dan sosialisasi perlu ditingkatkan.
"Yang paling penting adalah bagaimana masyarakat meningkatkan gizi dan memperhatikan kualitas sanitasi, selain itu akses pelayanan. Buleleng memiliki 25 puskesmas. Bersama-sama kita dapat melaksanakan program percepatan penurunan stunting. Bergerak bersama Buleleng pasti bisa menurunkan stunting," ujar Sucipto.
Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana, mengaku terus berusaha meningkatkan fasilitas kesehatan bersama mitra kerjanya. Alasannya, karena kesehatan sangat penting bagi masyarakat.
"Dilihat dari Covid-19, sangat berdampak dengan pertumbuhan ekonomi masyrakat Bali yang bisa dibilang collapse selama dua tahun. Syukurnya sekarang sudah mulai merangkak membaik," urainya.
Pihaknya juga memaksimalkan penyediaan balai kerja dengan target satu balai di tiap kecamatan. Dia mengimbau masyarakat untuk sadar akan pentingnya percepatan penurunan stunting.
Walaupun di Puncaksari tidak ada kasus stunting, namun ini yang perlu dijaga sehingga kedepannya tetap mempertahankan tanpa kasis stunting. Dia mengingatkan kembali, penyebab stunting yang paling banyak adalah pernikahan dini.
Karenanya, dia menganjurkan untuk menerapkan pola 21-25 (21 tahun calon mempelai perempuan dan 25 tahun pria). "Pola 21-25 sangat keren. Waktu ideal menikah," katanya.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa umur 21 bagi perempuan dikarekan usia ideal bagi kesiapam reproduksi dan secara mental juga sudah siap begitupun dengan laki-laki.
Tidak hanya itu, "empat terlalu" juga ditekankan oleh Kariyasa. Empat terlalu yang dimaksud adalah terlalu mudah melahirkan (di bawah 21 tahun), terlalu tua hamil (di atas 35 tahun), terlalu banyak, dan terlalu dekat jarak kelahiran (kurang dari 3 tahun). rl