Salah seorang pengerajin sekaligus pengepul arak tradiosional arak berbahan baku tuak, Gede Angga Tonny Mashita, Minggu (11/7/2021) kemarin, mengatakan,pihaknya sangat khawatir dengan makin banyaknya beredar di pasaran arak berbahan baku non tuak dari kelapa. Apalagi, sebutnya, arak berbahan baku non tuak kelapa ini dijual lebih murah sehingga arak berbahan baku tuak kelapa makin tersisih.
“Masyarakat Desa Tri Eka Buana yang notabanenya sebagian besar adalah masyarakat petani minuman tradisional yg terbuat dari bahan baku tuak kelapa di masa pandemi saat ini menjadi gelisah,”ujar Tonny Mashita.
Tokoh muda Desa Tri Eka Buana ini mengatakan, secara hitung-hitungan bisnis kenapa harga arak berbahan dasar Tuak kelapa lebih mahal, karena memang proses pembutanya lebih alami dan rumit. Untuk mengumpulkan tuak dari kelapa pun, katanya, butuh perjuangan berat. Dari petani tuak, kemudian barulah dilakukan fermentasi sehingga menjadi arak.
Baca juga :
Pelayanan RSUD Karangasem Kerap Dikeluhkan Masyarakat, Gede Dana Bakal Tata Manajemen
Kasus Transmisi Lokal, Dalam Sepekan Konfirmasi Positif Covid-19 Di Karangasem Meningkat
“Kebutuhan lebih besar daripada pemasukan, karena persaingan harga minuman tradisional berbahan baku tuak dengan minuman yang tidak tahu asalnya,” ujarnya.
Tonny Mashita juga berharap Gubernur Bali mencarikan solusi keluhan para petani dan pengerajin arak tradisional tidak saja di Desa Tri Eka Buana, namun hal itu dialami oleh para pengerajin arak tradisional di Karangasem. Yang lebih penting, peranan pemerintah baik desa dan daerah agar sama-sama mmberikan solusi terhadap dampak yang dialami masyarakat sekarang.
“Yang perlu digaris bawahi, apa pun kebijakan pemerintah daerah perlu dilaksanakannya sosialisasi di masyarakat agar tidak terjadi multitafsir,” ujarnya lagi. (bud)