AMLAPURA-Fajar Bali | Status gunung Agung yang masih berada di level IV (Awas) dimanfaatkan oleh segelintir oknum untuk melakukan penekanan kepada para pengusaha galian C dan truk pengangkut galian di wilayah Kubu agar membawa dan mengambil pasir ke Depo di wilayah Tianyar Barat.
Bahkan, tak segan mereka pun melakukan intimidasi bagi pengusaha maupun sopir truk yang tidak mengindahkan kemauan mereka. Tak ingin terus-terusan ditekan, para pengusaha dan sopir truk yang merasa dirugikan pun mengadu ke gedung DPRD Karangasem.
Kedatangan pengusaha dan sopir truk kegedung dewan, Senin (29/1/2018) diterima ketua DPRD I Nengah Sumardi beserta anggota fraksi komisi I dan III. Selain itu, hadir pula eksekutif yang dipimpin staf ahli bupati I Wayan Sutapa. Rombongan pengusaha dan sopir truk sendiri dipimpin I Nyoman Celos dan I Made Sudarsana.
Dalam kesempatan itu Nyoman Celos mengatakan,keberadaan Depo pasir tersebut sudah ada semenjak status Gunung Agung meningkat ke status awas. Namun, saat kondisi area zona bahaya di persempit oleh PVMBG dari depo malah masih mengoperasikan depo itu bahkan dengan melakukan pelarangan kepada truk-truk mengambil material langsung ke galian. "Pemerintah saja tidak boleh melakukan pelarangan, ini masyarakat sipil yang melarang truk mengambil material langsung ke pengusaha," papar Nyoman Celos.
Truk-truk yang melintas dari Buleleng distop dan dilarang mengambil material ke lokasi galian langsung. Karena itu, banyak sopir truk yang ribut dan mengurungkan niatnya mengambil material ke wilayah Kubu. Sampai saat ini, jumlah truk ke wilayah Kubu hanya tersisa 150 truk perharinya. Biasanya, truk yang mengambil material mencapai 400 truk perhari. "Para sopir kapok ketika dipaksa membeli material di depo dengan harga mencapai Rp 1.3 juta. Sedangkan kalau langsung ke lokasi hanya Rp 600 ribu, ujarnya lagi.
Jika hal ini tidak secepatnya di selesaikan, pihaknya khawatir akan menimbulkan konflik antara sopir Buleleng dan Karngasem. Ia pun mempertanyakan kenapa hal ini dibiarkan oleh pemerintah. Bahkan, kata Celos ada kesepakatan yang diketahui oleh aparat pemerintah untuk pelarangan truk dari Singaraja yang hendak mencari material ke pengusaha langsung melintas depan depo, begitu juga sebaliknya. "Kami minta jangan menunggu konflik horisontal. Apalagi depo itu SIUP saja tidak punya," ujarnya lagi.
Sedangkan perwakilan sopir truk pengangkut material galian C, I Nyoman Parwata mengakui jika dirinya sempat di stop oleh sopir Buleleng. Penyetopan dilakukan untuk menggiring agar di bawa ke depo dan tidak boleh lamgsung ke Singaraja. Parwata juga mengakui, intimigasi dilakukan jika tidak mau mengambil material di depo. "Saya punya langganan yang dipelihara selama bertahun-tahun, apakah itu harus di lepas dan hanya membawa material sampai di depo saja," ujar Parwata.
Sementara itu,ketua DPRD I Nengah Sumardi dihadapan para pengusaha dan perwakilan sopir mengatakan, jika sebelumnya pihaknya sudah sempat memperingatkan apa dasar membuat depo. Depo yang dibuat tersebut, kata Sumardi tidak sama dengan yang di jalan baypas Prof IB Mantra. "Kalau depo harus jelas dan tidak boleh melakukan pelarangan, konsumen tentu ingin mencari harga yang lebih murah," ujarnya.
Sedangkan, tim ahli bupati, I Wayan Sutapa mengatakan,hasil rapat muspida mensepakati pembuatan depo di tujuh titik. Semangat pemerintah membangun depo adalah untuk menjamin ketersediaan bahan baku pasir untuk pembangunan di Bali. Karena jika mendatangkan dari luar pulau Bali harganya cukup mahal. Hal ini sdh di rapatkan dalam forum muspida. “hasil rapat saat itu menyekapati untuk memfasilitasi pembangunan depo sbnyak 7 titik. Pemerintah berharap pengusaha dapat berpartisipai membangun depo di luar kawasan dengan tidak boleh terjadi pemaksaan dan memberlakukan mekanisme pasar,” ujar Sutapa. (bud)